Politikus senior PDIP, Beathor Suryadi, menegaskan persoalan ini melampaui batas politik partisan. "Kalau benar ada pelanggaran administratif dalam dokumen kepresidenan, itu bukan soal Jokowi semata, tapi soal moral bangsa," tegasnya.
Beathor menyoroti pentingnya proses hukum yang transparan tanpa tekanan politik. Ia juga menyindir kebisuan akademisi dan mahasiswa dengan pernyataan keras: "Mahasiswa itu pemilik masa depan bangsa. Kalau mereka diam saat kebenaran diuji, maka masa depan Indonesia bisa semakin gelap."
Refleksi Moralitas dan Kekuasaan
Kasus ini menjadi refleksi mendalam tentang tabrakan antara kekuasaan, pendidikan, dan moralitas di ruang publik. Kekhawatiran muncul bahwa tanpa pengawalan sosial yang kuat, praktik manipulasi administrasi dan akademik bisa menjadi preseden berbahaya bagi masa depan bangsa.
"Jika kampus dan mahasiswa diam, maka kekuasaan akan semakin tak tersentuh. Kita akan kehilangan pilar moral bangsa," tambah Beathor.
Ancaman Kemunduran Demokrasi
Kebisuan kampus dalam kasus sebesar ini dapat menjadi indikator kemunduran demokrasi. Jika BEM sebagai simbol perlawanan intelektual membiarkan dugaan pelanggaran administrasi negara berlalu tanpa kritik, generasi penerus bangsa berisiko tumbuh dalam budaya kompromi terhadap kebenaran.
Seperti diingatkan mantan tahanan politik era Soeharto: "Kegelapan bangsa bukan datang dari orang jahat yang berbuat curang, tetapi dari orang baik yang memilih diam."
Artikel Terkait
Sherly Annavita Diteror Usai Kritik Penanganan Bencana Aceh
Polri Garap Ribuan Sumur Bor untuk Atasi Krisis Air Pascabencana
Survei Global: 83% Masyarakat Indonesia Merasa Aman Berjalan Sendiri di Malam Hari
Rektor Paramadina Usulkan Pilkada Jalan Tengah untuk Putus Rantai Cukong