Gibran Dinilai Sebagai Sumber Pembelahan Nasional
Dalam analisis yang lebih dalam, Muslim Arbi melihat bahwa kehadiran Gibran justru memecah belah, bukan mempersatukan. Sejak pencalonannya, politik Indonesia dinilainya tidak pernah benar-benar tenang.
"Posisi Gibran bukan mendamaikan bangsa, melainkan terus membelahnya. Ia adalah simbol dari kekuasaan yang berpusat pada dinasti, bukan meritokrasi. Selama dia masih di sana, publik akan selalu mengaitkan pemerintahan ini dengan intervensi keluarga Jokowi," jelasnya.
Defisit Legitimasi Moral Pemerintahan Prabowo-Gibran
Muslim Arbi menekankan bahwa pemerintahan saat ini menghadapi krisis legitimasi moral. Meski secara hukum Gibran telah dilantik, secara etika dan politik posisinya dianggap rapuh.
"Tanpa legitimasi moral, tidak akan ada stabilitas politik yang sejati. Rakyat mungkin patuh karena takut, tetapi tidak akan memberikan rasa hormat. Pemerintah bisa kuat secara struktur, namun lemah secara moral," tegasnya.
Prediksi Masa Depan: Ketegangan Politik yang Berkelanjutan
Muslim Arbi memprediksi bahwa selama Gibran masih menjadi wakil presiden, pemerintahan Prabowo akan terus dihantui oleh isu etika dan dinasti.
"Setiap kebijakan akan dilihat melalui kacamata kepentingan keluarga. Ini menjadi ujian besar bagi Prabowo untuk membuktikan independensinya dari bayang-bayang Jokowi dan Gibran. Jika gagal, kepercayaan publik bisa hilang dan itu berakibat fatal," paparnya.
Kesimpulannya, Muslim Arbi menyatakan bahwa Gibran adalah simbol dari luka demokrasi Indonesia. Selama luka itu belum sembuh, dan selama Gibran masih bertahta dari kursi yang dianggap hasil manipulasi, maka Indonesia akan terus dilanda kegaduhan dan kehilangan arah moralnya.
Artikel Terkait
Teror Telepon Misterius ke Hakim Khamozaro: Kronologi Sebelum Rumah Terbakar
Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Bantah Korupsi Akuisisi Kapal: Tuduhan Hanya Framing?
Kecelakaan Maut Palembang: Truk Mogok Melaju Tak Terkendali Tewaskan Remaja 19 Tahun
Basreng Indonesia Ditarik di Taiwan: Penyebab, Aturan BPOM, dan Dampaknya