Meski PT Michelin belum mengumumkan angka PHK secara resmi, desas-desus tentang ratusan karyawan yang akan dirumahkan telah menciptakan kecemasan. ASPIRASI mendesak Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia untuk turun tangan sebagai penengah dalam perundingan tiga pihak. Mereka menekankan tanggung jawab moral korporasi global seperti Michelin terhadap pekerja di Indonesia.
Dampak Psikologis dan Sosial di Lantai Produksi
Ketegangan terasa jelas di lingkungan pabrik. Para pekerja, seperti Sri Lestari dari divisi quality control, menyatakan, "Kami bukan angka. Kami yang menjalankan mesin, yang memastikan ban Michelin sampai ke Eropa dan Amerika." Obrolan di sela istirahat kini didominasi kekhawatiran akan masa depan, menggantikan pembicaraan rutin tentang shift dan target produksi.
Masa Depan Keluarga Pekerja Michelin di Ujung Tanduk
Eri Wibowo, Sekretaris Jenderal ASPIRASI, mengingatkan bahwa di balik seragam biru setiap pekerja terdapat tanggung jawab terhadap keluarga. "Ada anak yang butuh biaya sekolah, orang tua yang menanti kiriman, mimpi tentang rumah yang lebih baik," ujarnya. Keputusan PHK tanpa dialog dinilai tidak hanya meruntuhkan pabrik, tetapi juga harapan banyak keluarga.
ASPIRASI terus mendorong penyelesaian melalui jalur dialog, menekankan bahwa solusi terbaik lahir dari mendengarkan, bukan dari pemutusan hubungan kerja sepihak. Sementara itu, pekerja seperti Sukardi tetap berharap perusahaan melihat mereka sebagai manusia, bukan sekadar mesin yang bisa dimatikan sesuka hati.
Artikel Terkait
3 Zona Megathrust Indonesia Berpotensi Gempa Besar, BMKG Ungkap Lokasinya
Strategi Psikologi Konsumen untuk Bisnis Sukses di Indonesia
Fadli Zon: Soeharto Layak Jadi Pahlawan Nasional, Ini Alasannya
Gugatan Amran Sulaiman vs Tempo: Fakta 4 Poin PPR Dewan Pers Dijalankan dalam 1 Hari