Menurut Seto, warga Yogyakarta yang aktif sejak 2012, JLFR telah menjadi tradisi lama di kota ini. Awalnya digagas pada Mei 2010 oleh sekelompok anak muda di Alun-Alun Utara, kegiatan ini berkembang secara organik tanpa atribut, sponsor, atau biaya pendaftaran.
"Sepedanya bebas. Ada yang fixie, ada BMX, ada pit duwur (sepeda tinggi) juga," jelas Seto mengenai keragaman peserta yang turut serta.
Dukungan Pemerintah dan Pengaturan Lalu Lintas
Kasat Lantas Polresta Yogyakarta AKP Alvian Hidayat mengungkapkan peningkatan partisipasi pesepeda di JLFR. Edisi September lalu tercatat 5.000 pesepeda berpartisipasi. Polisi menyiapkan pengaturan lalu lintas khusus untuk memastikan kelancaran acara.
"Kami dari kepolisian siap untuk pengamanan dan pengawalan kegiatan tersebut sehingga tidak mengganggu masyarakat atau wisatawan lain," tegas Alvian.
JLFR yang bermula dari inisiatif komunitas kini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Yogyakarta sebagai Kota Sepeda, menunjukkan bagaimana aktivitas bersepeda bisa menjadi pemersatu masyarakat dengan dukungan penuh dari pemerintah setempat.
Artikel Terkait
Parade Surabaya Juang 2025: Rute, Jadwal, dan Kisah Pahlawan Perempuan Surabaya Epic
Jokowi Absen di Kongres III Projo 2024, Ini Anjuran Dokter untuk Presiden
Kopi Sumatera Selatan: Penghasil Terbesar Indonesia 2024 & Fakta Ekspornya
Rekayasa Lalu Lintas Konser BLACKPINK 2025 di GBK: Rute, Larangan Parkir & Imbauan