Pernyataan tokoh ini disayangkan karena terindikasi terprovokasi secara politis. Kondisi ini diduga dimanfaatkan oleh kelompok yang disebut "Geng Solo" untuk mendiskreditkan Presiden Prabowo. Polanya adalah dengan menunggangi sosialisasi regulasi perlindungan hewan endemik, yang kebetulan dilakukan oleh oknum petugas secara tidak beradab dengan membakar identitas budaya lokal.
Metode pecah belah ini identik dengan suara keras saat terjadi demonstrasi pada 25, 28, dan 29 Agustus 2025 di Jakarta. Saat itu, ada desakan agar Presiden Prabowo mundur dari kursi presiden karena dianggap bertanggung jawab atas kekacauan.
Suara keras ini muncul dalam aksi demonstrasi di gedung DPR RI yang diduga sengaja menunggangi aksi para pengemudi ojol. Aksi ojol sendiri murni dilakukan akibat himpitan ekonomi dan ketersinggungan sosial.
Momen aksi tersebut kemudian menjadi ajang unjuk diri Gibran. Alih-alih mendapat simpati publik karena berhasil meredam aksi pengemudi ojol, Gibran justru mendapat banyak hujatan dan tuduhan buruk dari publik.
Oleh karena itu, selain menindak tegas para pelaku pembakaran identitas etnik dan budaya Papua, aparat yang berwenang juga patut menyelidiki apakah ada intrik politik di balik insiden ini. Apakah sosialisasi pelestarian lingkungan yang melanggar adab budaya Papua sengaja dibuat untuk menjatuhkan Prabowo dari kursi RI 1?
Artikel Terkait
PM Albanese Temui Pahlawan Bondi yang Berani Hadang Penembak
Pramuka DIY Bekali Generasi Z dan Alpha Hadapi Bencana
Dedi Mulyadi Bongkar Akar Masalah Kerusakan Lahan di Pangalengan
Dua Tahun Tanpa Gaji, Nasib 580 Pekerja Perkebunan di Sumsel Terkatung