Tak Ada Adili Jokowi dan Makzulkan Gibran dalam 17+8 Tuntutan Rakyat, Siapa di Baliknya?

- Minggu, 14 September 2025 | 10:45 WIB
Tak Ada Adili Jokowi dan Makzulkan Gibran dalam 17+8 Tuntutan Rakyat, Siapa di Baliknya?


MURIANETWORK.COM -
Tuntutan mengadili Presiden RI ke-7, Joko Widodo alias Jokowi) dan makzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tak ada dalam 17 8 Tuntutan Rakyat.

Padahal, tuntutan mengadili Jokowi dan memakzulkan Gibran sudah bergulir sejak lama hingga sempat bikin suhu politik nasional naik beberapa derajat.

Menurut pengamat intelijen, Sri Radjasa Chandra, ada perubahan narasi dari demonstrasi yang awalnya digagas revolusi rakyat Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, kata dia, terjadi perubahan di laman media sosial yakni bubarkan DPR.

Tak pelak, hal itu bertolak belakang di mana DPR dituntut untuk memakzulkan Gibran, di sisi lain ada upaya pembubaran DPR.

"Tentu kita bisa melihat siapa di balik perubahan narasi itu. Sehingga terus berlanjut muncul 17 8,” ujarnya dalam kanal YouTube Forum Keadilan TV, mengutip Minggu 14 September 2025.

Demonstrasi yang kemudian berujung ricuh hingga aksi penjarahan sejumlah rumah pejabat dan anggota DPR disebutnya sebagai political terorism.

"Kejadian itu secara psikologis, terpukul. Mereka sekarang berpikir, bagaimana caranya untuk mengangkat pemakzulan Gibran di forum DPR ketika pengamanan terhadap diri mereka sendiri tidak terjaga atau mereka diperlakukan dalam bentuk penjarahan rumah,” tuturnya.

Dia pun menilai, tuntutan 17 8 perlu dipertanyakan apakah ada yang menunggangi sehingga persoalan yang sebenarnya dihadapi bangsa ini terabaikan.

Lantaran itu pula, tuntutan dalam 17 8 ini merupakan legacy dari kekuasaan lama.

"Semuanya bermuara ke satu, Jokowi harus bertanggung jawab. Jadi ini bukan warisan dari pemerintahan yang baru,” ujarnya.

17 8 Tuntutan Rakyat merupakan berbagai aspirasi dan desakan rakyat yang beredar pada unjuk rasa dan kerusuhan Indonesia Agustus 2025 di media sosial.

Tuntutan tersebut merupakan rangkuman atas berbagai tuntutan dan desakan yang beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir

Sementara, isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bermula dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang melontarkan delapan usulan, salah satunya pergantian Wapres oleh MPR.

Alasan mereka: putusan MK terkait Pasal 169 Huruf Q UU Pemilu dianggap melanggar hukum acara MK dan UU Kekuasaan Kehakiman.

Adapun isi 17 8 Tuntutan Rakuat sebagai berikut:

Isi 17 Tuntutan Jangka Pendek


Beberapa poin penting dalam 17 tuntutan tersebut antara lain:

- Kepada Presiden Prabowo: tarik TNI dari pengamanan sipil, hentikan kriminalisasi demonstran, bentuk tim investigasi independen kasus pelanggaran HAM.

- Kepada DPR RI: batalkan kenaikan gaji/tunjangan, buka transparansi anggaran, dan dorong Badan Kehormatan DPR menindak anggota bermasalah.

- Kepada Ketua Umum Partai Politik: pecat kader tidak etis, umumkan komitmen berpihak pada rakyat, dan buka ruang dialog dengan mahasiswa.

- Kepada Polri: bebaskan demonstran yang ditahan, hentikan kekerasan, dan proses hukum anggota yang melanggar HAM.

- Kepada TNI: segera kembali ke barak, tegakkan disiplin internal, dan pastikan tidak campur tangan dalam urusan sipil.

- Kepada Kementerian sektor ekonomi: pastikan upah layak, cegah PHK massal, dan buka dialog dengan serikat buruh.

Isi 8 Tuntutan Jangka Panjang


Sedangkan 8 tuntutan jangka panjang mencakup reformasi besar-besaran di sektor politik, hukum, hingga ekonomi. Beberapa poin di antaranya:

- Reformasi DPR melalui audit independen, tolak mantan koruptor, dan penghapusan fasilitas istimewa.

- Reformasi partai politik dengan transparansi laporan keuangan dan penguatan oposisi.

- Reformasi perpajakan agar lebih adil, termasuk evaluasi kebijakan yang membebani rakyat.
- Sahkan UU Perampasan Aset Koruptor dan perkuat independensi KPK.

- Revisi UU Kepolisian untuk desentralisasi fungsi.

- Cabut mandat TNI dari proyek sipil seperti food estate.

- Perkuat Komnas HAM dan lembaga independen lain.

- Tinjau ulang kebijakan ekonomi & ketenagakerjaan, termasuk evaluasi UU Cipta Kerja.***

Sumber: konteks

Komentar