Kalau transformasi ini gagal, setiap mundurnya tokoh besar akan selalu dibaca sebagai krisis. Padahal, partai yang matang seharusnya tetap stabil meski figur sentralnya menepi.
Langkah ini juga membuka lagi diskusi lama. Soal relasi ulama dan kekuasaan. Sejarah mencatat peran besar ulama, tapi dalam praktiknya, keterlibatan terlalu dekat dengan politik praktis kerap menimbulkan dilema. Batas antara suara moral dan kepentingan kekuasaan jadi kabur.
Menurut sejumlah pengamat, justru dengan menjaga jarak, otoritas moral seorang ulama bisa lebih terjaga. Bebas dari beban loyalitas politik, suaranya bisa lebih lantang untuk kepentingan umat.
Membaca Tanda, Menghindari Prasangka
Wajar jika publik penasaran. Tapi kita juga perlu hati-hati. Sampai saat ini, belum ada bukti konkret yang menyebut pengunduran diri ini dipicu konflik atau tekanan tertentu. Terlalu cepat berprasangka justru memperkeruh suasana.
Yang lebih penting sekarang adalah transparansi. Baik MUI maupun PKB perlu menjelaskan dengan jelas bagaimana proses transisi dan arah ke depan akan dijalankan. Ruang kosong tanpa kejelasan hanya akan diisi oleh spekulasi-spekulasi liar.
Di tengah budaya politik kita yang sering mengagungkan jabatan, langkah mundur seperti ini justru terasa janggal. Tapi mundur belum tentu lemah. Bisa jadi ini justru bentuk tanggung jawab dan kedewasaan.
Pada akhirnya, makna dari semua ini tidak lagi sepenuhnya ada di tangan Ma’ruf Amin. Tergantung pada bagaimana MUI dan PKB menyikapinya. Apakah ini akan jadi momentum untuk memperkuat institusi, atau cuma sekadar ganti papan nama saja.
Bagi kita semua, peristiwa ini mengingatkan satu hal: dalam demokrasi yang sehat, yang harus abadi bukanlah figur individu, melainkan nilai-nilai dan sistem yang menopangnya.
Artikel Terkait
Kiev Gelap dan Gersang di Musim Dingin, Serangan Rudal Rusia Tewaskan Satu Warga
Ijazah Jokowi Terbukti Asli, Kubu Penggugat Malah Terbelah
Jakarta Kurangi Titik Perayaan Malam Tahun Baru, Hanya 8 Lokasi yang Digelar
WFA Bikin Arus Balik Lebaran Mundur, Polri Siaga Hadangi 2,8 Juta Kendaraan