Di Hotel Ciputra Cibubur, Bekasi, suasana evaluasi Program Sekolah Rakyat berlangsung serius. Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, dalam pertemuan Selasa (23/12) itu, dengan gamblang menyebut dua pekerjaan rumah yang tak bisa ditunda lagi. Pertama, soal percepatan pembangunan gedung sekolah yang permanen. Kedua, dan ini krusial, tentang nasib lulusannya. "Mereka harus dapat jalan keluar yang jelas agar tidak kembali terjerembap dalam kemiskinan," tegasnya.
“Jadi, dua hal ini yang menjadi PR besar,” ujar Agus Jabo.
“Satu adalah pembangunan sekolah permanen, yang kedua adalah hilirisasi. Untuk bisa hilirisasi yang kualitatif harus plus-plus. Kurikulumnya, proses belajar-mengajarnya, dan fasilitas pendukungnya, harus unggulan.”
Menurutnya, evaluasi kali ini tak boleh cuma berkutat pada urusan administrasi yang berbelit. Ada persoalan strategis yang mesti diantisipasi dari sekarang. Apalagi, mandat Presiden untuk memperluas program ini ke seluruh kabupaten dan kota di Indonesia sudah di depan mata. Bayangkan skalanya.
“Kalau di Indonesia ada 514 kota/kabupaten, artinya ada 514 Sekolah Rakyat di seluruh Indonesia,” katanya.
“Siswanya seribu, kuotanya ada 500 ribu lebih siswa yang nanti akan kita urus. Itu bukan persoalan yang gampang.”
Laporan dari Gugus Tugas sendiri mengonfirmasi bahwa pembangunan sekolah permanen masih tersendat. Kebanyakan masih berstatus rintisan, belum punya gedung tetap. Ini jelas butuh tindakan nyata, bukan sekadar laporan yang rapi. “Harus menghasilkan perbaikan nyata dan sistemik. Sistemnya harus clear,” tegas Agus Jabo.
Artikel Terkait
Di Balik Data dan Digitalisasi: Upaya Menyelaraskan Penyaluran Bansos dengan Realita Warga
Prabowo Soroti Perjuangan Sunyi Satgas Hutan yang Selamatkan Rp 6,6 Triliun
Bahu Jalan Bukan Tempat Istirahat, Peringatan Keras Jelang Puncak Arus Nataru
Rp 6,6 Triliun Menggunung di Kejagung, Hasil Tebusan Lahan Sawit Ilegal