Bayangkan, penutupan sehari itu disebut-sebut bikin perusahaan rugi sekitar £300.000 atau setara Rp 6,7 miliar. Tapi rupanya, bagi Constantine dan tim, angka itu bukan apa-apa dibanding pesan yang ingin disampaikan.
Di pintu-pintu toko yang ditutup, terpampang jelas tulisan: "Hentikan kelaparan di Gaza, kami tutup sebagai bentuk solidaritas." Situs web mereka juga menyatakan hal serupa, bahwa seluruh bisnis Lush turut merasakan kesedihan melihat penderitaan di Gaza.
Lush sendiri bukan pemain baru. Didirikan di Dorset, Inggris pada 1995 oleh Constantine dan lima rekan lainnya, perusahaan ini sudah jadi raksasa global. Sekarang ada 869 gerai di lebih dari 50 negara, dengan omset tahunan mencapai £690 juta.
Yang menarik, meski sudah sebesar ini, Lush tetap dimiliki secara pribadi. Reputasinya kuat di isu pengadaan bahan etis, produk buatan tangan, dan seperti yang kita lihat aktivisme yang kental dalam setiap langkah bisnisnya.
Jadi, ini bukan sekadar soal sabun atau sampo. Bagi Constantine, bisnis dan keyakinan adalah dua hal yang nggak bisa dipisahkan. Dan dia sama sekali nggak keberatan kehilangan pelanggan yang punya pandangan berbeda.
Artikel Terkait
Sidang Korupsi Chromebook Nadiem Ditunda Lagi, Kesehatan Jadi Alasan
Anies Tegaskan Prinsip: Tak Pernah Laporkan Kritikus ke Polisi
Deru Ekskavator di Malam Hari, Perjuangan Bersihkan Pesantren dari Kubangan Kayu dan Lumpur
Pos Polisi Bertema Frozen di Jombang Sediakan Kopi dan Pijat Gratis