Pagi Minggu di Jakarta Pusat itu diramaikan oleh langkah kaki dan semangat yang berbeda. Bukan sekadar lari biasa, tapi sebuah fun run yang merayakan sesuatu yang sangat dekat dengan keseharian kita: tempe. Kementerian Kebudayaan sengaja menggelarnya sebagai bagian dari Festival Budaya Tempe, sebuah upaya serius untuk mendorong tempe diakui dunia sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO.
Suasana di halaman kementerian begitu riuh. Para peserta, usai berlari, langsung memadati berbagai booth pameran yang menyajikan aneka olahan. Di tengah keriuhan itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon tampak antusias.
“Ini bagian dari kampanye untuk mengawal tempe sebagai warisan hidup budaya Indonesia,”
ujarnya, menekankan bahwa perayaan ini adalah ekspresi yang hidup, bukan sekadar acara seremonial belaka.
Menurut Fadli, proses pendaftaran tempe ke UNESCO sendiri sudah berjalan sejak 2025. Targetnya, pengumuman resmi bisa didapat pada akhir 2026 nanti. Namun begitu, bagi dia, perjuangan ini bukan cuma soal cap internasional.
“Budaya tempe ini bukan hanya soal tempe sebagai kuliner yang disukai mayoritas masyarakat Indonesia. Tapi di belakang itu juga ada satu tradisi, pengetahuan terkait fermentasinya, juga melibatkan banyak orang dan komunitas dalam pembuatannya,”
katanya. Angkanya pun tidak main-main. Catatan resmi menyebutkan ada sekitar 170 ribu komunitas tempe dengan lapangan kerja untuk hampir 1,5 juta orang. Ini jelas soal ekonomi budaya yang nyata.
Artikel Terkait
Ramalan Wanda Hamidah di Pilpres 2014: Dulu Ditertawakan, Kini Makin Nyata
Tiga Dekade Menggelinding, Khambec C70 Pontianak Rayakan Ikatan Lintas Generasi
Muatan Besi Tiga Ton Tewaskan Sopir dan Kernet di Cilincing
Pemerintah Minta Kepala Daerah Tahan Diri, Tahun Baru Harus Bernuansa Empati