Jumat sore (19/12) lalu, di area Jakarta International Equestrian Park, Jakarta Timur, suasana terasa berbeda. Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima RI yang juga Ketua Umum PDIP, berdiri di hadapan para anggota Baguna partainya. Bukan sekadar sambutan biasa, arahannya kali ini penuh cerita dan kritik pedas, langsung dari pengalaman lapangannya menangani bencana.
Dengan nada tegas, Mega sapaan akrabnya langsung menyentil fenomena buzzer. Di tengah situasi sulit, ketika nyawa menjadi taruhan, ia justru prihatin melihat masih ada yang sibuk menjelek-jelekkan orang. "Ada buzzer, Ibu Mega mau cari nama," ujarnya, dengan nada kesal. "Kalau ada buzzer ngomong gitu, kamu cari buzzernya siapa. Bilang ama dia, kamu punya kemanusiaan apa tidak perikemanusiaan?"
Kegeramannya ini bukan tanpa alasan. Ia sendiri pernah merasakan serangan buzzer. Namun, di sisi lain, ia mengajak para kadernya untuk fokus pada hal yang lebih substansial: bekerja ikhlas membantu sesama.
Kecepatan dan Keberanian Turun Langsung
Menurut Megawati, inti dari penanggulangan bencana ada pada kecepatan dan kepintaran bertindak. Ia menekankan, anggota Baguna harus berani datang langsung ke lokasi, bukan cuma mendengarkan laporan dari jauh. "Datang ke tempat bencana," tegasnya, mengulang poin itu untuk penekanan.
Pengalamannya saat menjabat, baik sebagai Wapres maupun Presiden, membentuk keyakinannya itu. Ia pernah datang langsung ke lokasi tsunami Aceh. Bagi Mega, seorang pemimpin harus turun, melihat, dan merasakan sendiri kondisi di lapangan. Hanya dengan begitu, keputusan yang diambil bisa tepat dan cepat.
Artikel Terkait
22 Luka Tusuk dan Kisah Pilu Bocah 9 Tahun di Rumah Politikus Cilegon
Data Menggunung, Tata Kelola Tercecer: Dilema Harta Karun Digital Indonesia
Tuntutan Dipangkas, Kakek 75 Tahun Menangis di Kursi Pesakitan
Minyak dan Darah: Sumber Daya yang Menggerus Perdamaian di Timur Tengah