Proposal pun mengalir. Pada November 2020, terkumpul 167 proposal. Raudi kemudian meminta Nyoman untuk memasukkannya ke daftar penerima. Untuk melegalkan semuanya, Sri Purnomo akhirnya menerbitkan Keputusan Bupati tentang Penerima Hibah.
Tak hanya itu, Sri Purnomo juga disebut memerintahkan sejumlah kader partai, seperti dari PAN Sleman, untuk memanfaatkan program hibah ini sebagai alat penjaringan suara. Raudi pun dikatakan mendatangi para dukuh di sejumlah kalurahan, meminta bantuan untuk pemenangan ibunya.
Total dana yang digelontorkan mencapai Rp 17,2 miliar lebih. Namun, menurut perhitungan BPKP DIY, tindakan ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 10,95 miliar. Atas semua itu, Sri Purnomo didakwa melanggar UU Tipikor dan UU tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih.
Bantahan dari Kuban Terdakwa
Sri Purnomo jelas tak terima. Di persidangan, ia menyatakan akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa.
Kustini hadir di sidang, mendampingi suaminya. Namun usai persidangan, ia memilih diam dan enggan berkomentar ketika ditanya wartawan soal namanya yang terus disebut-sebut.
Pembelaannya disuarakan oleh pengacaranya, Rizal. Ia menegaskan kliennya sama sekali tidak mengeruk keuntungan pribadi dari dana hibah tersebut.
Menurutnya, dana itu sudah disalurkan dan digunakan oleh pelaku pariwisata yang memang terdampak pandemi. Jadi, tidak ada uang negara yang hilang atau digelapkan. Semua tersalurkan.
Soal dakwaan yang menyangkut nama Kustini, Rizal memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh saat ini. “Kami tidak ingin mendahului pembuktian di persidangan. Fokus kami adalah proses hukum yang sedang berjalan,” pungkasnya menutup pembelaan.
Artikel Terkait
Patah Hati yang Kupilih: Kisah Cinta Ben dan Alya Terbelah Agama dan Anak
Menguak Dua Wajah Hukum: Ketika Hakim Berburu Fakta di Balik Bukti
Jejak Panjang Gus Yahya dan Koneksi Global yang Mengoyak PBNU
Mencari Rumah di Dalam Diri: Saat Hidup Bukan Lagi Perlombaan