Kalau kita mundur lebih jauh, gambarnya jadi lebih muram. Sejak serangan Israel di Gaza dimulai pada Oktober 2023, korban di kalangan media sudah mendekati angka 220 orang. Tidak heran, RSF dengan tegas mencap Israel sebagai pembunuh jurnalis terbesar di dunia. Dan ini sudah tahun ketiga berturut-turut gelar itu disandangnya.
Kondisi di lapangan pun masih sangat suram. Sampai detik ini, jurnalis asing nyaris mustahil masuk ke Gaza. Kecuali, tentu saja, mereka bersedia mengikuti tur yang dikendalikan secara ketat oleh militer Israel. Akses independen? Itu hal yang sangat langka.
Nuansa duka terus menyelimuti. Upacara pemakaman, seperti untuk jurnalis Mohamed Abu Hatab dan keluarganya yang tewas dalam serangan, menjadi pemandangan yang terlalu sering terulang. Setiap foto dari sana bercerita tentang risiko yang harus ditanggung mereka yang bertugas memberitakan perang.
Artikel Terkait
Duka Sumatera dan Dalang di Balik Banjir yang Terus Berulang
Wilayah Lebih Luas dari Jawa Tenggelam, Respons Terasa Kecil
Bupati Bekasi Ditangkap KPK Usai Dilantik Tiga Bulan
Bandara Hantu Morowali: Pintu Belakang yang Menggerogoti Kedaulatan