Di sisi lain, oligarki dalam negeri dianggap sudah merasa sangat kuat. Mereka menguasai banyak hal, bisa berbuat apa saja, dan tak takut pada siapa pun bahkan pada presiden sekalipun. Rasa aman mereka begitu besar. Kenapa? Karena mereka yakin punya sandaran. "Kalau terjadi sesuatu yang membahayakan Oligarki, dipastikan Cina akan melakukan dukungan militer untuk melindunginya," jelas Sutoyo.
Namun begitu, situasinya tidak hitam putih antara China dan Indonesia saja. Ada aktor global lain yang masuk dalam analisis ini. Amerika Serikat dan China, meski kerap tampak berseberangan, disebut secara kompak menerapkan ideologi Freemasonry sebuah penggabungan kekuatan kapitalis dan komunis. Sandiwara persaingan mereka, kata Sutoyo, hanyalah kedok untuk satu tujuan bersama: menguasai Indonesia.
"Kelompok kepentingan AS dan Cina, memiliki jaringan yang sangat besar. Kekuatan inilah yang mampu mengangkat Prabowo jadi presiden sekaligus mampu merongrong dan menjatuhkannya," ujarnya. Inilah alasan mengapa Prabowo disebut sebagai presiden yang tersandera.
Lalu, bagaimana dengan kabinetnya? Sekitar 60% menteri di Kabinet Merah Putih disebut sebagai "jongos Oligarki". Mereka adalah instrumen titipan yang siap melakukan gangguan, merongrong, bahkan memakzulkan Prabowo jika waktunya sudah tiba. Prediksinya jelas: begitu oligarki merasa terancam oleh kebijakan Prabowo, mereka akan berusaha menghancurkan atau melengserkannya.
Presiden pun tampak seperti tak berdaya. Ia mungkin bisa mengganti Kapolri yang menabrak kebijakannya, tetapi sangat sulit baginya melakukan reshuffle kabinet untuk membersihkan para "benalu" dari dalam. Kekuatannya terasa terbatas.
"Jika Prabowo tak bisa keluar dari situasi tersebut, menyerah dan pasrah pada kekuasaan distorsi tersebut, benar-benar bisa lebih cepat dipentalkan dari kekuasaan di tengah jalan," tegas Sutoyo.
Pada akhirnya, analisis ini menyimpulkan bahwa perjalanan Presiden Prabowo masih akan dikendalikan oleh tiga kekuatan besar: China, AS, dan oligarki yang sudah ber-tandem. Jokowi tetap punya peran, tetapi hanya sebagai mediator atau boneka yang tidak lagi dominan. Sebuah gambaran kekuasaan yang suram dan penuh dengan sandera.
Artikel Terkait
Dedi Mulyadi Raih Penghargaan Impact Makers 2025 Meski Absen
Skandal Dana Hibah Pariwisata: Mantan Bupati Sleman Didakwa Alirkan Rp17 Miliar untuk Pemenangan Istri
Mantan Danjen Kopassus Ledak: Prabowo Seperti Katak dalam Tempurung
Dubes Djauhari Oratmangun Raih Penghargaan Diplomasi di Kumparan Awards 2025