Rencananya, aset beku itu akan dijadikan jaminan untuk pinjaman "reparasi" sebesar 90 miliar euro. Tapi ide ini ternyata tak semulus yang dibayangkan. Belgia dan Italia, misalnya, termasuk yang menyuarakan keberatan serius. Mereka khawatir langkah ini melangkahi batas hukum yang ada dan justru bisa bikin investor kabur dari pasar Eropa.
Di parlemen Italia, Perdana Menteri Giorgia Meloni mengaku perundingan di Berlin berjalan "konstruktif". Dia menuduh Rusia mengajukan tuntutan yang "tidak masuk akal" soal wilayah Ukraina.
Tapi, dia juga realistis.
Mencari dasar hukum yang kuat untuk menyentuh aset Rusia itu, akunya, bukan perkara gampang. Roma butuh landasan hukum yang kokoh sebelum menyetujui apa pun.
Sementara di London, ada perkembangan lain. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengumumkan pemerintahnya akan segera mengalirkan dana 2,5 miliar pound sterling dari hasil penjualan klub Chelsea FC. Uang itu, kata Starmer, untuk bantuan kemanusiaan di Ukraina.
Pemilik Chelsea sebelumnya, miliarder Rusia Roman Abramovich, terpaksa melepas klubnya pada 2022 setelah tekanan pemerintah Inggris menyusul invasi. "Dia harus 'membayar'," kata Starmer dengan nada tegas di House of Commons.
Artikel Terkait
Marbut Masjid Divonis 15 Tahun Penjara Atas Pelecehan Anak di Bawah Umur
Prabowo Sebut Bencana Hanya Tiga dari 38 Provinsi, Respons Publik Bergemuruh
Dugaan Pemerasan Rp 201 Miliar, Mantan Wamenaker Noel Siap Hadapi Sidang
Gibran Janjikan Starlink ke Pengungsi, Susi Sindir: Bisa Langsung Dibawa Sekarang