Namun begitu, tantangannya nyata. Ketergantungan generasi muda pada teknologi begitu besar. Saat jaringan down atau perangkat mati, bisa-bisa mereka kelabakan. Oleh karena itu, program Pramuka ke depan harus bisa menjawab kegelisahan ini dengan pendekatan yang aplikatif.
Untuk mewujudkannya, Kwarda DIY tak main-main. Mereka mengisi struktur kepengurusan dengan para praktisi lapangan. Salah satunya adalah KPH Notonegoro, yang berpengalaman dalam manajemen krisis dan penanganan bencana hingga level internasional.
“Di kepengurusan Kwarda banyak yang praktisi. Kak Noto (KPH Notonegoro) experience beliau untuk crisis management dan kebencanaan itu levelnya sudah internasional. Jadi selain dengan senior yang sudah known as the best di bidangnya, juga saya tampilkan dengan muda,”
jelas GKR Hayu. Kolaborasi antara senior kompeten dan energi kaum muda ini diharapkan bisa menghidupkan kembali semangat kepramukaan yang relevan dengan kondisi kekinian.
Pelantikan kepengurusan baru ini sendiri dipimpin langsung oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Susunan intinya mencakup GKR Hayu sebagai Ketua, dengan beberapa Wakil Ketua yang membidangi area spesifik seperti Organisasi, Pembinaan Anggota, hingga Kebudayaan.
Perubahan arah kebijakan ini sejatinya adalah hasil evaluasi. Mereka ingin program Pramuka tak lagi sekadar seremonial, tapi benar-benar berangkat dari kebutuhan riil yang dihadapi anak-anak sekarang. Di sisi lain, ini juga upaya menjaga relevansi gerakan Pramuka di tengah zaman yang serba tak pasti. Tujuannya satu: menciptakan generasi yang tak hanya cakap digital, tapi juga tangguh menghadapi dunia nyata.
Artikel Terkait
Pembela Nadiem Bantah Keterkaitan Rp809 Miliar dengan Kasus Chromebook
Warisan Beracun: Bagaimana Kebijakan Satu Anak Tiongkok Melahirkan Stigma Perempuan Sisa
Font Times New Roman Gantikan Calibri, Rubio Picu Perang Simbol di Birokrasi AS
Ruang Rapat Tertutup dan Misteri Dana Sosial yang Raib