Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, resmi berstatus tersangka. KPK menetapkannya sebagai penerima suap dan gratifikasi yang terkait sejumlah proyek di wilayah pemerintahannya sendiri.
Dugaan sementara, uang yang diterima Ardito mencapai Rp 5,7 miliar. Jumlah yang fantastis itu, kata penyidik, sebagian besar dipakai untuk melunasi utang biaya kampanye.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membeberkan cara kerja Ardito. Sang bupati disebut mengumpulkan dana lewat tim suksesnya.
"Sekarang memang sedang tren. Ada orang-orang yang jadi perwakilannya," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/12).
"Termasuk soal pinjaman-pinjaman ini, sebetulnya ada timnya waktu itu," jelasnya.
Menurut Asep, tim itu yang dulu mengupayakan dana untuk kontestasi Pilkada 2024. Pola serupa kemudian dipakai lagi untuk menghimpun uang suap, yang tujuannya membayar utang kampanye itu.
"Jadi pas pencalonan, timnya yang cari dana untuk kebutuhan kampanye. Nah, setelah jadi, ya saya mendelegasikan lagi," papar Asep.
"Kan sudah disampaikan, ada fee 15-20% untuk setiap pekerjaan. Uang itu akhirnya mengalir ke perwakilannya," imbuh dia.
Membongkar modus seperti ini ternyata tak mudah. Asep mengakui pihaknya butuh waktu cukup lama.
"Makanya kita perlu waktu lama untuk menggali. Soalnya ada nominee-nominee, ada perwakilan seperti itu," tuturnya.
"Alur perintah dan penggunaan uangnya dari si pucuk pimpinan. Tapi yang mengelola orang kepercayaannya. Butuh waktu untuk membongkar praktik semacam ini," terang Asep.
Artikel Terkait
BMKG Gencarkan Modifikasi Cuaca Hadapi Puncak Hujan dan Tiga Siklon di Awal 2026
Dilraba dan Arthur Chen Bersatu dalam Love Beyond the Grave, Kisah Cinta Guru Spiritual dan Jenderal Misterius
Mahasiswa UWKS Dijatuhi DO dan Ditangkap Polisi Usai Unggah Konten Rasis
Danantara Garap Hotel dan Lahan Strategis di Dekat Masjidil Haram