"Yang rusak dianggap bagus karena takut akreditasi jeblok. Sebaliknya, yang sebenarnya bagus justru dilaporkan rusak supaya dapat anggaran renovasi."
Persoalan tak cuma di infrastruktur. Di sisi lain, data sumber daya manusia juga kerap janggal. Suharti lalu bercerita tentang temuan monitoring di Maluku Utara.
"Satu sekolah cuma punya 62 siswa, tapi gurunya 30-an orang. Jumlahnya memang segitu, tapi apakah perlu sebanyak itu?" katanya mempertanyakan.
Data yang amburadul atau analisis yang dangkal, menurutnya, berujung pada alokasi sumber daya yang meleset. Uang dan tenaga terbuang percuma.
"Melalui data, kita bisa identifikasi: datanya yang salah, atau justru kebijakannya yang perlu dibenahi," ujar Suharti.
Karena itulah, Kemendikdasmen berencana menggenjot penjaminan mutu data pendidikan. Upaya quality assurance itu diharap bisa menutup celah antara angka di layar komputer dan fakta di seberang sekolah.
Artikel Terkait
PM Albanese Temui Pahlawan Bondi yang Berani Hadang Penembak
Pramuka DIY Bekali Generasi Z dan Alpha Hadapi Bencana
Dedi Mulyadi Bongkar Akar Masalah Kerusakan Lahan di Pangalengan
Dua Tahun Tanpa Gaji, Nasib 580 Pekerja Perkebunan di Sumsel Terkatung