Pertemuan dengan Kiai Faqih, 95 Tahun, dan Rahasia Panjang Umur yang Menyentuh Hati

- Kamis, 11 Desember 2025 | 06:00 WIB
Pertemuan dengan Kiai Faqih, 95 Tahun, dan Rahasia Panjang Umur yang Menyentuh Hati

✍🏻 Abdul Ghofur Maimoen

Ahad kemarin, saya berangkat ke Sumurgung, Tuban, untuk sebuah pernikahan santri. Begitu tiba, seorang lelaki sepuh terlihat berjalan keluar dari area resepsi. Rupanya beliau hendak menjemput saya. Rasanya sungkan sekali didatangi oleh orang yang sudah berumur. Saya pun segera menggamit tangannya, lalu menggandengnya kembali ke mushalla tempat akad akan dilangsungkan. Kerendahan hatinya begitu menyentuh, membuat hati ini bergetar.

Di majelis itulah saya kemudian tahu. Beliau adalah Kiai Faqih mudah-mudahan ingatan saya tidak keliru. Beliau ini keturunan Mbah Mutamakkin Kajen, tepatnya dari jalur istri yang berasal dari Sumurgung. Ternyata, sebelum pindah ke Kajen Pati, Mbah Mutamakkin dulu tinggal di sini. Masih ada peninggalan masjid beliau. Pertemuan ini begitu membahagiakan. Di hadapan Kiai Faqih, semua rasa angkuh sebagai bagian dari rais syuriah PBNU seakan luruh tak bersisa. Justru beliaulah yang pantas menduduki posisi semacam itu. Andai beliau aktif di PBNU, barangkali banyak gejolak yang bisa diredam.

Usianya kini sudah menginjak 95 tahun. Namun matanya masih tajam, pendengarannya baik, dan bicaranya tetap jelas. Sama sekali tak terlihat sepuh seperti itu. Beliau bercerita, saat Jepang masuk Indonesia, usianya baru 13 tahun. Hingga sekarang, beliau masih setia menjadi imam di mushalla ini. Luar biasa. Ternyata santri yang menikah itu adalah cucunya sendiri. Bahagia sekali rasanya bisa bersua dengan beliau.

Saya pun penasaran. "Rahasianya apa, Kiai, sampai bisa sehat dan segini umurnya?"

Beliau menjawab dengan tenang, "Qana'ah." Menerima apa adanya.

Saya yakin betul, itu bukan sekadar ucapan. Itu adalah gaya hidup yang betul-betul dijalaninya. Kiai Faqih bercerita, Sumurgung pernah dilanda banjir besar. Rumahnya hanyut terbawa air. Tapi beliau menerimanya dengan lapang. Benar-benar qana'ah.

Kita memang butuh kiai-kiai seperti ini. Bukan cuma jago beretorika, tapi lebih pandai lagi dalam berperilaku.

_____________________________


Halaman:

Komentar