Kedekatan itu sempat ia coba bawa pulang. Ia mengundang Direktur AJC, Ari Gordon, untuk berbicara dalam sebuah seminar di Masjid Istiqlal. Tapi rencana itu akhirnya gagal. Protes keras dari berbagai pihak memaksa tokoh pro-Israel itu membatalkan kehadirannya.
Nah, rencana Natal Bersama di Kementerian Agama ini pun terasa mengada-ada. Reaksi pun datang, terutama dari umat Islam yang mengingat firman Allah dalam Surat Al Kafirun. Intinya jelas: "Bagimu agamamu, bagiku agamaku." Mencampuradukkan ibadah adalah pelanggaran. Dan konsekuensinya, menurut keyakinan, tidak main-main.
Para ulama dan kyai, sebagai penjaga agama, sudah seharusnya mengawal umat. Jangan sampai akidah rusak karena ulah oknum pejabat. Meski acara cuma di internal kementerian, tapi Kementerian Agama kan bukan dibangun untuk mewadahi pandangan sinkretis ala Nasaruddin Umar. Ini bahaya. Bentuk perlawanan terhadap pemurtadan sistematis harus dilakukan.
Di tengah rentetan bencana yang melanda negeri ini yang bisa jadi adalah peringatan para pemimpin semestinya introspeksi. Merusak alam saja akibatnya dahsyat, apalagi merusak iman dan keyakinan. Nasaruddin Umar, dengan tindakannya, seolah menempatkan diri sebagai musuh umat. Kita harus waspada terhadap skenario toleransi palsu yang justru menghancurkan.
Kalau agenda Natal Bersama ini tetap dipaksakan, maka tidak ada pilihan lain. Desakan agar Nasaruddin Umar dicopot dari jabatannya harus digaungkan. Indonesia tidak layak punya menteri agama yang dalam pandangan penulis mengajak umat ke jalan yang sesat. Apalagi yang bersahabat dengan pendukung Zionis Israel.
") Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 10 Desember 2025
Artikel Terkait
AJI Tolak Anugerah Dewan Pers 2025, Sebut Prosesnya Gelap dan Mengkhianati Konstituen
Maret 2026, Akses Medsos Anak Bakal Dibatasi Berdasarkan Usia
Mimpi di Ibu Kota Padam dalam Kobaran Api di Kemayoran
Sutradara Game of Thrones Garap Film Epik Sang Pedang Allah