Tidak ada debat berkepanjangan. Tidak ada kekhawatiran berlebihan soal citra. Yang ada hanya tindakan.
Dan Indonesia mengambil langkah berani: membuka pintu lebar-lebar untuk bantuan internasional.
Dunia pun bergerak. Negara tetangga, negara jauh, LSM internasional, tim medis asing, hingga kapal perang yang berubah jadi rumah sakit terapung. Semua berdatangan. Helikopter-helikopter canggih membelah langit Aceh untuk evakuasi dan mendistribusikan logistik.
Nah, musibah sekarang ini disaksikan oleh relawan senior dan penyintas tsunami 2004. Banyak dari mereka bilang, kerusakannya justru lebih parah.
Tapi, penetapan status bencana nasional itu tak kunjung keluar.
Ini bukan soal pemerintah diam saja. Mereka bekerja. Bantuan ada.
Tapi, keberadaan bantuan itu berbeda dengan kecukupan bantuan.
Logistik yang dikirim beda dengan logistik yang sampai tepat waktu.
Dan kehadiran pejabat di lokasi, ya itu berbeda dengan kekuatan kebijakan yang memecah kebuntuan.
Intinya, Sumatera dan Aceh tidak butuh sekadar perhatian. Mereka butuh negara hadir dengan skala yang sebanding dengan kedahsyatan musibah itu sendiri.
(Nur Fitriyah As’ad)
Artikel Terkait
BMKG Gencarkan Modifikasi Cuaca Hadapi Puncak Hujan dan Tiga Siklon di Awal 2026
Dilraba dan Arthur Chen Bersatu dalam Love Beyond the Grave, Kisah Cinta Guru Spiritual dan Jenderal Misterius
Mahasiswa UWKS Dijatuhi DO dan Ditangkap Polisi Usai Unggah Konten Rasis
Danantara Garap Hotel dan Lahan Strategis di Dekat Masjidil Haram