Skandal Proyek Tol Patimban: Dugaan Upeti hingga Material Ilegal Menguak

- Selasa, 09 Desember 2025 | 16:00 WIB
Skandal Proyek Tol Patimban: Dugaan Upeti hingga Material Ilegal Menguak

Desakan CERI: Usut Tuntas Kecurangan di Proyek Tol Akses Patimban

Suara kritis kembali muncul menyoroti proyek infrastruktur strategis. Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan. Mereka menilai ada banyak kejanggalan dan pelanggaran serius dalam pelaksanaan Proyek Tol Akses Patimban di Subang, Jawa Barat. Proyek yang dikerjakan oleh KSO PT Wijaya Karya dan PT Adhi Karya itu dinilai penuh dengan praktik tak terpuji.

“Kami minta aparat penegak hukum segera melakukan pengusutan dan menindak secara tegas segala bentuk kecurangan dan pelanggaran hukum pada proyek ini,” tegas Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Selasa lalu.

Menurutnya, berbagai pelanggaran itu sudah terlihat nyata di lapangan.

Yusri kemudian membeberkan latar belakang proyek tersebut. Tol sepanjang 37 kilometer lebih ini adalah Proyek Strategis Nasional yang bertujuan menghubungkan Tol Cipali dengan Pelabuhan Patimban. Targetnya jelas: memperlancar arus logistik dan memangkas biaya angkut ke kawasan industri Karawang-Subang. Pengerjaan ditargetkan rampung akhir 2025 atau awal 2026, dengan pembagian porsi antara pemerintah dan Badan Usaha Jalan Tol.

Namun begitu, di balik target yang mulia itu, tersimpan sederet masalah pelik.

“Proyek ini diisukan banyak menggunakan tanah urug sebagai penimbunan tidak berizin alias tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku,” lanjut Yusri.

Ia menyebut, pengambilan tanah tanpa izin itu dibungkus dalih percepatan proyek. Fakta di lapangan, kata dia, diperkuat oleh aksi sweeping yang dilakukan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedy Mulyadi, belum lama ini.

Persoalannya tidak berhenti di situ. Yusri mengungkapkan, banyak kontraktor yang akhirnya ‘K.O’ dan tak sanggup melanjutkan pekerjaan. Penyebabnya? Permainan tidak wajar dari oknum-oknum di dalam manajemen proyek.

“Salah satunya adalah kontraktor PT Wijaya Karya yang berkonsorsium dengan BUMN lainnya yaitu PT Adhi Karya,” ujarnya.

Modus yang diduga, kata Yusri, adalah mengakali jumlah kubikasi tanah untuk penimbunan. Caranya dengan memadatkan tanah menggunakan koefisien 1.3. Ada pula praktik menggonta-ganti subkontraktor seenaknya. Kubikasi kerja subkontraktor lama dipotong, lalu selisih yang cukup besar diberikan kepada subkontraktor baru.


Halaman:

Komentar