“Gelombang kedua dari kematian sesudah bencana adalah penyakit. Nah, penyakit ini yang kita sudah temukan sekarang. Di atas sepuluh itu karena ibu hamil, kelahirannya terlambat,” papar Budi.
“Kemudian cuci darah. Karena banyak sekali pasien cuci darah ini harus seminggu tiga kali, kalau berhenti dia wafat,” lanjutnya dengan nada prihatin.
Faktanya, dari 18 kabupaten/kota yang terdampak, baru 12 wilayah yang rumah sakitnya berfungsi penuh. Enam lainnya masih berjuang. “Ada enam, Pak, yang masih belum penuh. Sehingga ruang operasinya, ruang cuci darahnya tidak penuh,” jelas Budi.
Keenam daerah itu adalah Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tamiang, dan Gayo Lues. Masalahnya berlapis. Tiga daerah terakhir Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues masih terkendala akses jalan yang putus. Ini jadi hambatan terbesar.
“Nah, yang saya butuh bantuan, Pak, tiga di antaranya karena aksesnya belum bagus. Jadi kalau ada orang kena (penyakit) di desa, kan ini harus dibawa ke rumah sakit untuk dirawat,” ujarnya.
Menurut informasi yang ia terima, akses ke Bener Meriah diprediksi terbuka dalam tiga hari. Sementara untuk Aceh Tengah dan Gayo Lues, perkiraannya sekitar pertengahan Desember. Budi menekankan, perbaikan jalan ini krusial. Nyawa ibu hamil dan pasien cuci darah bergantung pada lancarnya rujukan ke rumah sakit.
Artikel Terkait
Menteri Lingkungan Hidup Usul Kayu Gelondongan Banjir Dimanfaatkan, Sinyalir Limbah Tambang
Tabungan Haji Selamat dari Kubangan Lumpur, Harapan Kembali Bersemi
Jet Tempur Pakistan Beri Kehormatan, Prabowo Disambut Hangat di Islamabad
Dari Dapur Rumah ke Ribuan Porsi: Kisah Maya dan Program Makan Bergizi