Geo Politik di Sekitar Istana: Pertarungan yang Tersisa?
Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Pertanyaan yang kini menggantung: akankah Jokowi, di ujung masa jabatan dan dalam kondisi kesehatannya yang disebut-sebut tidak prima, masih akan nekad memperjuangkan Gibran?
Nah, ini jadi bahan perkiraan banyak pengamat. Apalagi setelah muncul pernyataan dari Connie Rahakundini Bakrie sekutu Hasto Kristiyanto yang kini disebut-sekat berada di luar negeri tentang adanya "pra perjanjian" politik yang konon hanya memberi waktu dua tahun bagi Prabowo. Andai informasi itu benar, selain bermasalah secara hukum, skenario itu dianggap mustahil. Sebab, seorang dengan jiwa nasionalis sejati takkan serta-merta menyerahkan negara untuk dikelola oleh figur seperti Gibran. Prabowo, dalam pandangan ini, tidak bakal mau menyengsarakan rakyat.
Di sisi lain, para "titipan" Jokowi yang diplot khusus untuk mengawal Gibran Rakabuming Raka sebut saja nama-nama seperti Bahlil, Budi Arie, hingga Airlangga dan Erick pun dinilai tak akan mendukung loncatan kilat Gibran ke kursi RI-1. Pola seperti ini terlalu berisiko. Mereka bisa membayangkan amuk massa, ancaman terhadap keluarga dan harta benda. Sekalipun naik secara konstitusional karena presiden berhalangan, Gibran dan kroninya yang punya banyak "kudis konstitusi" berpotensi celaka.
Lalu, di mana bukti kekuatan Prabowo? Beberapa hal mencolok.
Pertama, kasus 8 aktivis TSK yang melibatkan Prof. Eggi dkk terlihat stagnan, tak banyak bergerak. Kedua, Menteri Pertahanan dengan tegas menutup bandara ilegal peninggalan era Jokowi-Luhut di Morowali, menggunakan tim gabungan TNI dan Polri.
Artikel Terkait
MUI Desak Menag Batalkan Perayaan Natal Bersama, Sebut Langkah Itu Langgar Fatwa
Ketika Pernikahan Nasi Campur Berakhir di Ruang Sidang
Pernikahan Beda Agama Berujung Perceraian di Ruang Sidang yang Sama
Jimly Berharap Hakim Gunakan Hati Nurani untuk Kasus Demonstran