Sabatu Ahruf: Rahasia Al-Quran Merangkul Ragam Dialek Tanpa Hilangkan Makna

- Senin, 08 Desember 2025 | 11:50 WIB
Sabatu Ahruf: Rahasia Al-Quran Merangkul Ragam Dialek Tanpa Hilangkan Makna

Oleh: Muhammad Nursech Zamzami

Membicarakan bahasa Al-Qur'an, ada satu gagasan yang selalu menarik perhatian: sab‘atu ahruf. Intinya, wahyu ini tidak turun dalam satu dialek tunggal yang kaku. Nabi Muhammad justru mengizinkan beberapa variasi bacaan. Tujuannya jelas, memberi kemudahan bagi umat yang berasal dari beragam suku dan latar belakang.

Nah, keunikannya tidak cuma soal variasi baca itu sendiri. Lebih dari itu, ini menunjukkan cara pemahaman yang luwes. Sejak awal, sab‘atu ahruf sudah jadi bukti nyata. Al-Qur'an punya kemampuan adaptasi linguistik yang luar biasa, tanpa harus mengorbankan identitas dan otoritasnya sebagai firman Tuhan.

Yang pertama kali mencolok dari konsep ini adalah kelonggaran bahasanya. Meski lafaznya bisa berbeda-beda, pesan keagamaannya tetap satu dan tidak bertentangan. Hasilnya, Al-Qur'an jadi teks yang bisa menampung keragaman dialek, tapi sekaligus menjaga integritas makna intinya. Jarang kita temui teks suci lain seperti ini. Fleksibel secara fonetik, namun kokoh secara teologis. Di sini, sab‘atu ahruf memperlihatkan karakter wahyu yang sungguh menghargai keragaman.

Lalu, ada dimensi unik lainnya. Semua variasi bacaan itu sumbernya sama: dari Nabi. Ini beda dengan tradisi lain, di mana perbedaan sering dianggap penyimpangan dari naskah asli. Dalam kerangka sab‘atu ahruf, variasi justru bagian dari otoritas wahyu itu sendiri. Al-Qur'an menjadi mungkin satu-satunya kitab suci yang memiliki variasi autentik dari dalam. Perbedaan baca bukan kelemahan, melainkan kekayaan bahasa yang sah. Dari sini, terbentuklah cara pandang dalam Islam yang menerima variasi sebagai sesuatu yang legitimate.

Fungsi sosialnya juga tak kalah penting. Bayangkan kondisi masyarakat Arab abad ke-7. Perbedaan dialek antar suku sangat mencolok. Dengan mengakomodasi berbagai cara baca, Al-Qur'an tidak cuma jadi teks agama. Ia juga berperan sebagai perekat bahasa. Pendekatan ini memastikan pesannya bisa diterima semua kelompok, tanpa terkendala masalah pelafalan. Wahyu yang merangkul keragaman dialek ini jelas menunjukkan kecerdasan komunikasi ilahi.


Halaman:

Komentar