Mencapai derajat ini tentu tidak mudah. Penuh tantangan. Karena ihsan menuntut kita berbuat baik semata-mata karena Allah. Bukan karena ingin dipuji, apalagi mengharap imbalan pahala atau surga. Tapi, menariknya, justru dengan niat yang tulus itulah, Allah pada akhirnya akan memberikan balasan terbaik.
Di sisi lain, ihsan bukan konsep usang yang cuma jadi wacana. Ia sangat praktis dan relevan di segala zaman. Konsep ini membentuk karakter, memurnikan niat, dan menguatkan integritas seseorang. Tak heran, Allah sangat mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.
Kenapa? Karena orang yang sudah mencapai tingkat ihsan, ibadahnya lahir dari keikhlasan total. Penuh syukur, taat, dan khusyuk. Ibadahnya jauh dari rasa malas atau riya'. Ia seolah-olah melihat Allah, sehingga ia pun takut untuk berbuat maksiat. Keyakinan bahwa Allah Maha Melihat segalanya menjadi pengendali utamanya.
Nah, yang sering terlupa, ihsan itu cakupannya luas. Bukan cuma soal hubungan vertikal dengan Tuhan. Ia juga sangat kuat dimensi horizontalnya. Ihsan berarti bersikap baik kepada sesama makhluk: manusia, hewan, bahkan lingkungan. Saling menolong, mengasihi, tanpa ingin menyakiti. Ihsan mengajarkan empati dan keadilan. Orang yang berbuat ihsan tidak akan menggunakan kekuatannya untuk menindas, melainkan untuk menopang yang lemah.
Lebih dari itu, ihsan juga melahirkan konsistensi. Seorang muhsin (pelaku ihsan) akan tetap berbuat baik meski tak ada seorang pun yang melihat. Baginya, penilaian manusia bukan ukuran. Yang penting adalah ridha Allah. Sikap seperti inilah yang melahirkan pribadi berintegritas tinggi, bisa dipercaya, dan amanah dalam pekerjaan maupun pergaulan.
Dalam ranah spiritual, dampaknya jelas. Ibadah yang dilakukan dengan kesadaran ihsan terasa ringan, bahkan menjadi sumber ketenangan. Hati menjadi lembut, jiwa menemukan kedamaian, dan hidup terasa lebih bermakna.
Di tengah dunia yang serba cepat dan seringkali materialistis, nilai ihsan justru semakin relevan. Ia bagai cahaya yang tetap dibutuhkan untuk menerangi jalan hidup kita. Ihsan mengajarkan bahwa tujuan hidup bukan cuma menuntaskan kewajiban atau menghindari dosa, tapi berusaha mencapai kesempurnaan moral dan spiritual. Prosesnya panjang, penuh dinamika dan godaan. Ihsan bukan tujuan akhir yang instan, melainkan sebuah perjalanan menuju ketulusan sejati.
Dengan berusaha menerapkan ihsan, kepribadian dan kehidupan kita lambat laun akan membaik. Semua yang dilandasi keikhlasan akan membawa ketenangan. Dan inilah nilai plus di mata Allah. Dia pasti mencintai hamba-Nya yang bersungguh-sungguh, dan balasan-Nya selalu yang terbaik, seringkali di luar perkiraan kita.
Jadi, yuk kita saling mengingatkan. Berusaha jadi lebih baik dari hari ke hari. Tingkatkan kualitas ibadah, jaga konsistensi, hingga ajal menjemput. Ingat, Allah mencintai orang yang berbuat kebajikan dengan tulus.
Penulis adalah mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Artikel Terkait
Tangis dan Harap di Depan Pos DVI: Keluarga Korban Kebakaran Kemayoran Menanti Kepulangan
Ferry Irwandi Balas Sindiran Endipat dengan Santai: Beliau Sudah Minta Maaf
Zulfa Mustofa Ditunjuk Jadi Penjabat Ketum PBNU, Buka Suara Soal Hubungan Keluarga dengan Maruf Amin
TNI Kerahkan 33 Ribu Personel, Bantuan Diteroboskan dari Udara hingga Jalan Kaki