Awalnya, langkah Kementerian Pertanian menggalang bantuan untuk korban banjir di Aceh, Sumut, dan Sumbar mendapat apresiasi. Tapi kemudian, muncul slide rincian bantuan yang justru membuat publik mengernyit. Alih-alih menenangkan, angka-angka di dalamnya malah memicu gelombang tanya. Banyak yang merasa, hitungannya nggak nyambung dengan harga pasar atau logika penyaluran bantuan yang wajar.
Yang paling mencolok ya soal beras. Dalam tabel itu, Kementan mencatat volume 21.874 kilogram dengan nilai fantastis: Rp 1,3 miliar lebih. Coba hitung sendiri, harganya jadi sekitar Rp 60.000 per kilogram! Padahal, harga beras premium di pasaran paling banter Rp 18.000. Bahkan, bantuan pemerintah biasanya pakai beras medium yang harganya jauh lebih murah. Kok bisa selisihnya segitu jauh? Salah ketik, salah satuan, atau ada apa?
Di sisi lain, ada lagi yang bikin geleng-geleng. Kategori "Lainnya (Dus)" tercatat 1.000 dus dengan nilai Rp 6,8 miliar. Artinya, satu dus harganya lebih dari Rp 6,8 juta. Ini beneran nggak masuk akal. Dus apa isinya? Soalnya, paket bantuan standar mulai dari sembako sampai perlengkapan darurat mana ada yang harganya nyampe segitu. Sementara item lain seperti mie instan atau telur angkanya terlihat normal, posisi "Lainnya" ini benar-benar jomplang dan mengundang spekulasi.
Kalau dilihat lebih teliti, tabel itu sendiri sebenarnya nggak konsisten. Beberapa item harganya wajar, tapi beberapa lainnya tiba-tiba melonjak ekstrem. Seolah-olah nggak ada proses verifikasi harga yang matang sebelum data itu dirilis. Padahal, dalam situasi bencana, akurasi dan transparansi itu bukan cuma urusan administrasi. Itu soal tanggung jawab moral ke publik dan, yang paling penting, ke korban yang sedang berjuang.
Artikel Terkait
Warga Pontianak Desak Pemantauan Sungai Lebih Intens Cegah Banjir Besar
Gang Jeruju III Terendam, Air Pasang Tiba-tiba Menggenangi Pontianak
Mobil Bantuan Banjir Terbalik di Aceh Timur, Dua Tewas
Iran Pilih Jalan Sunyi: Mengolah Tanah Jarang dengan Etika, Bukan Eksploitasi