Sawit untuk Rakyat, Bukan Hanya untuk 10 Keluarga!
✍🏻 Ruly Achdiat Santabrata
Lihatlah negara lain. Mereka bisa mengelola komoditas andalan tanpa harus merusak hutan dan, yang penting, tanpa membuat rakyatnya sengsara. Sungguh, sulit dipercaya kita masih berkutat di masalah yang sama. Hati saya miris.
Di satu sisi, angka-angka hilirisasi memang terlihat gemilang. Tapi di sisi lain, keadilan justru terpinggirkan. Ambil contoh di Sumatera. Nilai tambah yang mencapai puluhan triliun rupiah itu, mengalir deras ke kantong segelintir konglomerat. Sementara sekitar 18 juta petani dan pekerja hanya jadi penonton.
Rakyat kecillah yang terus menanggung akibatnya. Banjir bandang, satwa yang terancam punah, penolakan dari Uni Eropa, plus praktik korupsi yang tak kunjung usai. Sementara itu, negara terkesan memilih jalan "aman" lewat skema kerja sama dengan swasta, cukup puas dengan pungutan dan pajak yang masuk.
Lalu, apa akar masalahnya?
Semua bermuara pada kuatnya lobi politik dan cengkeraman oligarki. Coba lihat fakta ini: sepuluh grup sawit terbesar adalah penyumbang dana pilpres terbesar dalam satu dekade terakhir. Mereka juga menguasai sekitar 70% kapasitas hilirisasi kita.
Jadi, wajar saja jika kemudian upaya membentuk BUMN perkebunan yang baru langsung berhadapan dengan kepentingan di DPR dan partai. Pemerintah pun akhirnya memilih jalan tengah yang win-win: swasta tetap boleh berbisnis, negara dapat pemasukan dari pajak dan bea keluar.
Artikel Terkait
Ritual Penglaris Maut di Batam: Lady Companion Tewas Disiksa Selama Tiga Hari
BMKG Sulut Siagakan 14 Wilayah Hadapi Hujan Lebat dan Angin Kencang
Tanggul Muara Baru Tak Lagi Bocor, Banjir Rob Mulai Surut
Gunungan Cangkang Kerang di Pesisir Jakarta: Ancaman yang Bisa Disulap Jadi Berkah