Meski rencana awal terhambat, semangatnya tidak padam. Menurut sejumlah catatan, proses utang-piutang yang sudah berjalan ternyata tetap berlanjut. Para debitur tetap mengembalikan pinjamannya dengan tertib. Kepercayaan publik ternyata tidak goyah.
Perkembangan positif ini menarik perhatian para priyayi Eropa di Purwokerto yang menganut politik etis. Mereka lalu memberikan dukungan penuh untuk meresmikan usaha peminjaman uang tersebut. Dukungan ini sekaligus jadi penanda bahwa lembaga yang awalnya bernama Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren itu dinilai prospektif. Bahkan layak dijadikan sarana investasi.
Nama lembaga ini sendiri berubah-ubah seiring waktu. Dari Volksbank, lalu jadi Algemene Volkscredietbank (AVB) di tahun 1934. Saat Jepang berkuasa, namanya berganti jadi Syomin Ginko. Baru pasca kemerdekaan, perannya benar-benar ditegaskan. Undang-Undang No. 21 Tahun 1968 menetapkan BRI sebagai bank umum, sekaligus agen pembangunan.
Kini, setelah lebih dari seabad, transformasinya luar biasa. BRI tumbuh menjadi salah satu bank terbesar di Indonesia dengan fokus kuat di sektor UMKM. Melalui holding Ultra Mikro bersama Pegadaian dan PNM, jangkauannya masif: 34,5 juta debitur aktif dan 185 juta rekening simpanan mikro. Dengan basis nasabah lebih dari 160 juta, peran BRI dalam mendukung program pemerintah jelas tak bisa dipandang sebelah mata.
Artikel Terkait
Banjir Rendam Ratusan Rumah di Bandung, Gubernur Dikecam Netizen
Koalisi Negara Timur Tengah dan Asia Tolak Rencana Israel Buka Rafah Satu Arah
Korban Tewas Banjir Bandang Sumatra Tembus 883 Jiwa, Ratusan Masih Hilang
Dari Pagan hingga Pita: Kisah Panjang dan Tips Menghias Pohon Natal