Zaman Sekarang: Banjir Dosa Lebih Mengerikan?
Banjir yang kita lihat hari ini jelas bukan cuma karena hujan deras. Para pakar hidrologi bilang, perubahan iklim, tata ruang yang buruk, dan hutan yang rusak memperparah keadaan. Tapi para ulama melihat sisi lain: ada banjir moral yang bahayanya tidak kalah dahsyat.
Ustadz Abdul Somad pernah mengingatkan, “Banjir itu bukan hanya dari langit, tetapi juga dari bumi banjir maksiat, banjir korupsi, banjir jabatan yang diperjualbelikan. Itu semua akan kembali kepada kita dalam bentuk bencana.”
Sementara Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menulis, bencana bisa menimpa suatu bangsa ketika keadilan mati. Saat pemimpin zalim dan rakyat hanya diam, fitnah dan kekacauan pasti datang.
Lantas, bagaimana menghentikan banjir moral ini? Perlu gerakan yang dimulai dari diri sendiri dan juga masyarakat luas. Taubat individu dan kolektif mutlak diperlukan. Penegakan amar makruf nahi mungkar juga harus dijalankan. Para pemimpin punya tanggung jawab besar untuk menegakkan keadilan, sambil tetap menjaga kelestarian alam agar harmoni dengan manusia tidak terusik.
Dampak Dosa Menurut Para Ulama
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin bilang, dosa berefek langsung pada hati: membuatnya gelap, keras, dan tertutup dari cahaya hidayah. Ia menyebut dosa sebagai “racun spiritual” yang merusak hubungan manusia dengan Allah.
“Dosa-dosa itu menimbulkan kegelapan di hati. Jika ia bertambah, maka kegelapan itu menjadi kabut pekat yang menutupi hati dari cahaya kebenaran,” tulis Imam Ghazali.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Ad-Daa’ wad-Dawaa’ punya pandangan serupa. Baginya, dosa adalah penyakit paling mematikan yang mengundang musibah, kesempitan hidup, dan hilangnya keberkahan.
“Sesungguhnya di antara akibat dosa adalah menjadikan pelakunya merasa sempit, gelisah, dan jauh dari Rabb-nya, meskipun ia memiliki seluruh dunia,” tegasnya. Ia juga menekankan bahwa maksiat yang dilakukan terang-terangan bisa mengundang azab kolektif.
Pendapat Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa tak jauh berbeda. Ia menyatakan dosa bukan cuma merusak individu, tapi juga melemahkan kejayaan suatu umat. “Tidaklah suatu kaum dikalahkan kecuali karena dosa-dosa mereka. Dan tidaklah Allah menolong suatu kaum kecuali dengan ketaatan mereka kepada-Nya,” katanya.
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengingatkan satu hal penting: dosa kecil bisa menjadi besar kalau terus diulang dan disepelekan.
Senada dengan itu, Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam Jami’ al-‘Ulum wal-Hikam menjelaskan, musibah seringkali terkait erat dengan maksiat yang dilakukan. “Musibah-musibah yang menimpa seorang hamba seringkali karena dosa yang telah ia lakukan,” ujarnya.
Lalu, Imam As-Suyuthi dalam Ad-Durr al-Mantsur menjabarkan hubungan antara maksiat dengan kerusakan alam. “Kerusakan yang tampak di darat dan laut adalah akibat maksiat manusia, maka Allah memperlihatkan sebagian akibatnya agar mereka kembali.”
Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menutup dengan peringatan keras. Ia bilang, dosa kolektif suatu bangsa bisa menghancurkan peradabannya dari dalam. “Suatu bangsa yang tenggelam dalam maksiat akan rapuh dari dalam. Sebelum musuh datang dari luar, mereka sudah binasa oleh dosa sendiri.”
Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.
Artikel Terkait
Ejekan Jenggot Ustaz Syafiq di Medsos: Bukan Kritik, Tapi Olok-olok yang Berbahaya
Menteri Lingkungan Hidup Cabut Izin Tiga Perusahaan Pemicu Banjir Batang Toru
KITAS DPR PDIP Galang Dana Internal untuk Korban Bencana Sumbar
Boy Thohir Pacu Bantuan Logistik 10.000 Paket untuk Korban Bencana Sumatera