Bandingkan dengan kondisi sekarang. Izin eksploitasi bisa didapat dalam sekejap, sementara pembangunan tanggul pengendali banjir bisa molor bertahun-tahun. Perusahaan-perusahaan meraup keuntungan triliunan dari tanah yang sama yang kini menenggelamkan kampung warga. Pemerintah? Seringkali sibuk mencari kambing hitam alih-alih solusi yang mendasar.
Menurut sejumlah saksi dan laporan di lapangan, bencana di Sumatera ini seharusnya jadi wake-up call. Ini lebih dari sekadar tragedi alam; ini adalah tragedi tata kelola.
Selama kita masih memandang alam hanya sebagai komoditas yang bisa dieksploitasi sebuah logika kapitalisme yang rakus maka bencana akan terus berulang. Yang kita butuhkan bukan cuma bantuan sesaat. Kita butuh perubahan sistem yang radikal. Perubahan paradigma berpikir.
Islam menawarkan jalan keluar: sebuah tata kelola yang adil, amanah, dan benar-benar berpihak pada manusia, bukan pada modal.
Nah, sekarang pertanyaan besar menghadang kita: Mau terus menambal sulam sistem yang sudah bocor di mana-mana? Atau berani kembali pada sistem yang pernah membuat peradaban berdiri tegak dan menjaga bumi dengan baik?
Wallahu a'lam bishowab.
Selvi Sri Wahyuni, M.Pd
Artikel Terkait
Prabowo Sambut Sekjen Liga Muslim Dunia, Bahas Isu Umat hingga Duka untuk Aceh
Lisa Mariana Tiba di Polda Jabar, Pemeriksaan Kasus Video Syur Dimulai
Polisi Panen Jagung di Mempawah, Dukung Ketahanan Pangan Lokal
Banjir Aceh dan Jejak Konsesi Hutan yang Dikaitkan dengan Prabowo