Hujan masih mengguyur hebat Selasa lalu (2/12) ketika Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, menyuarakan kegelisahannya. Isinya jelas: bantuan untuk warganya yang terdampak banjir dan longsor masih jauh dari kata cukup. Menurutnya, uluran tangan dari pemerintah pusat dan provinsi belum benar-benar terasa di lapangan.
"Masih ada rakyat Indonesia di Aceh Timur belum tersentuh bantuan dari pusat. Kita masih menunggu," ujar Iskandar dalam sebuah video pernyataan yang diterima media, Rabu (3/12).
Suaranya tegas. Ia menegaskan, yang dibutuhkan saat ini adalah aksi nyata, bukan sekadar retorika atau surat keputusan yang berhenti di atas kertas. Situasi darurat menuntut kerja konkret di lapangan.
"Yang dibutuhkan adalah sekarang pertempuran di lapangan, orang-orang lapangan yang bisa mengendalikan keadaan pasca-banjir," tegasnya.
Kondisinya memang memprihatinkan. Banyak warga, katanya, kesulitan mencari makan hingga dua hari dua malam pasca banjir bandang yang melanda sejak Jumat (28/11). Isolasi menjadi masalah besar. Akses darat utama dari Banda Aceh terputus karena jembatan di Peudada, Bireuen, rusak. Rute dari Medan pun tak bisa dilalui, terblokir di Aceh Tamiang.
Lalu, bagaimana bantuan masuk?
Satu-satunya harapan sempat tertumpu pada jalur laut. Namun, itu pun tak mudah. Bantuan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Sosial dan swasta, harus dipasok melalui Belawan dengan menggunakan kapal perang. Jadwalnya bergantung pada kesiapan TNI AL dan tentu saja, cuaca yang tak menentu.
Artikel Terkait
Kemenhut Bantah Terbitkan Izin Tebang Kayu di Tapanuli Selatan
Instalator BTS Diamankan Saat Bobol Kabel Tembaga di Menara Pontianak
Pemkot Yogya Tawar-menawar Rp15 Miliar untuk Lahan PSEL Piyungan
Jalur Darat ke Aceh Tamiang Akhirnya Tersambung, Bantuan Mulai Mengalir