Bangsa Indonesia 10 Tahun Lepas dari Mulut Buaya, Lalu Masuk ke dalam Mulut Kancil
Benz Jono Hartono
Praktisi Media Massa, Vice Director Confederation ASEAN Journalist (CAJ) PWI Pusat, Executive Director HIAWATHA Institute
Dongeng-dongeng Nusantara kita punya dua karakter yang sangat khas. Ada buaya, sang penguasa sungai yang serakah. Di sisi lain, ada kancil, makhluk licik yang lincah dan pandai memainkan situasi. Nah, dalam panggung politik Indonesia, kedua simbol ini ternyata bukan cuma cerita pengantar tidur. Mereka hidup, dan bergantian memainkan peran.
Sepuluh tahun silam, kita berada dalam cengkeraman yang oleh banyak orang diibaratkan "mulut buaya". Ini tentu metafora belaka. Bukan soal kriminalitas, tapi lebih pada gambaran kekuasaan yang makin melebar, rakus akan kewenangan, dan sangat lihai mengendalikan arus politik. Pembangunan fisik memang terasa. Jembatan dan bandara bermunculan. Tapi di saat bersamaan, ada sesuatu yang meredup: kebebasan sipil. Sentralisasi kekuasaan kembali tercium aromanya, meski infrastruktur diklaim merata.
Rakyat merasakan dua hal yang bertolak belakang. Geliat modernisasi di satu sisi, tapi bayang-bayang dominasi di sisi lain. Buaya itu tersenyum lebar membagikan proyek, sambil diam-diam menelan ruang untuk mengkritik. Ia seolah menutup mata pada raksasa bisnis dan politik yang tumbuh subur di bawah naungannya.
Lalu, era itu berakhir. Kita pun melompat keluar dari mulut buaya. Lega? Mungkin. Tapi ternyata, lompatan kita tidak mendarat di tanah lapang yang bebas. Alih-alih, kita justru mendarat di tempat lain: masuk ke dalam mulut kancil.
Penampilannya jelas berbeda. Tak ada kesan rakus yang mencolok. Yang ada adalah kancil yang cerdik, penuh humor dan simbol-simbol yang mudah dicerna. Kelincahan politiknya luar biasa, kadang sulit ditebak. Di balik canda dan senyumnya, tersimpan strategi yang cerdas seringkali membuat lawan politiknya hanya bisa terdiam. Kancil memang tahu persis kapan harus berlagak lugu, kapan saatnya mencakar, dan kapan waktunya menari di atas angin.
Artikel Terkait
Gus Ipul Tegaskan: Penyandang Disabilitas Harus Jadi Prioritas dalam Tanggap Darurat
Jabar dan PUPR Sepakati Kerja Sama, Citarum Masuk Prioritas
Stok Cuma di Atas Kertas, Warga Sumut Teriak: Sudah Lima Hari Tak Ada BBM!
Kalapas Sulut Dicopot Diduga Paksa Warga Binaan Muslim Makan Daging Anjing