Lantas, seperti apa kerusakan yang dituduhkan? Mari kita lihat beberapa contohnya.
PT Agincourt Resources, misalnya. WALHI mencatat hilangnya sekitar 300 hektare hutan dan lahan dalam kurun 2015 hingga 2024. Lokasi penempatan material tambangnya berdekatan dengan Sungai Aek Pahu, yang airnya kerap berubah keruh saat hujan tiba. Belum lagi rencana ekspansi mereka yang bisa membuka lahan baru hampir 600 hektare. Investigasi lapangan menemukan sekitar 120 hektare sudah dibuka.
Lalu ada proyek PLTA Batang Toru oleh PT NSHE. Proyek ini disebut menghilangkan lebih dari 350 hektare hutan di sepanjang 13 kilometer aliran sungai. Dampaknya beragam: debit sungai jadi tak menentu, sedimentasi melonjak akibat limbah galian, dan ancaman polusi jika limbah mengandung racun. Sebuah video banjir bandang di Jembatan Trikora menunjukkan banyak gelondongan kayu hanyut diduga kuat berasal dari lokasi pembangunan PLTA tersebut.
Sementara itu, PT Toba Pulp Lestari (TPL) disebut mengubah ratusan bahkan ribuan hektare hutan di Daerah Aliran Sungai Batang Toru menjadi kebun eukaliptus, lewat skema Perkebunan Kayu Rakyat (PKR). Ada juga skema bernama PHAT (Pemanfaatan Kayu Tumbuh Alami) yang diduga mendegradasi sekitar 1.500 hektare koridor satwa hanya dalam tiga tahun terakhir.
Bagi Rianda, ini jelas bukan bencana alam biasa.
“Setiap banjir membawa kayu-kayu besar, dan citra satelit menunjukkan hutan gundul di sekitar lokasi. Ini bukti campur tangan manusia melalui kebijakan yang memberi ruang pembukaan hutan,” tegasnya.
Ia menyebut peristiwa ini sebagai bencana ekologis, sebuah kegagalan negara dalam mengendalikan kerusakan lingkungan.
Karena itu, WALHI Sumut mendesak pemerintah untuk bertindak cepat. Pertama, menghentikan semua aktivitas industri ekstraktif di Batang Toru, termasuk mengevaluasi dan mencabut izin perusahaan-perusahaan yang disebutkan. Kedua, menindak tegas pelaku perusakan lingkungan. Ketiga, mendorong kebijakan yang benar-benar melindungi Ekosistem Batang Toru dengan menyelaraskan perencanaan tata ruang. Keempat, memastikan kebutuhan dasar para penyintas terpenuhi sekaligus memetakan wilayah rawan untuk mencegah terulangnya tragedi.
“Kami tidak ingin bencana ini berulang. Negara harus bertindak dan menghukum para pelanggar,” pungkas Rianda, sembari menyampaikan belasungkawa mendalam bagi semua korban.
Artikel Terkait
Proyek Galian Pesanggrahan Bikin Layanan Transjakarta Koridor 13 Tersendat
Dapur Gizi Terancam Lumpuh, Pasokan Bahan dan Gas Menipis Usai Banjir Aceh
Habib Rizieq Tantang Prabowo: Jangan Cuma Omon-omon, Tunjukkan Bukti Perang Lawan Korupsi!
Banjir Setinggi Paha Lumpuhkan Jalan di Deli Serdang, Anak Ujian Dititipkan Lewat Motor