Langkah ini jelas berbeda, bahkan kontras, dengan kunjungan Paus sebelumnya. Ambil contoh Paus Benediktus XVI di tahun 2006. Kunjungannya terjadi di tengah ketegangan hebat setelah pidato kontroversialnya di Regensburg. Saat itu, Vatikan buru-buru menambahkan agenda ke Masjid Biru sebagai upaya rekonsiliasi. Hasilnya? Benediktus berdiri hening dengan kepala tertunduk saat imam berdoa di sampingnya.
Lalu ada Paus Fransiskus pada 2014. Beliau bahkan berdiri dalam hening selama dua menit penuh, menghadap kiblat, mata terpejam, tangan terkepal di dada. Sebuah sikap yang membuat Mufti Besar Istanbul, Rahmi Yaran, berkomentar haru, "Semoga Tuhan menerimanya."
Nah, pendekatan Paus Leo yang lebih sekadar "wisata religius" ini rupanya cukup mengejutkan, bahkan bagi pihak Vatikan sendiri. Begitu kagetnya, sampai-sampai Takhta Suci harus mengoreksi catatan resmi kunjungan. Rilis awal yang menyebutkan Paus akan "berhenti untuk berdoa" terpaksa direvisi setelah fakta di lapangan berbicara lain.
Jadi, meski tanpa doa atau hening yang ritualistik, kunjungan itu tetap punya maknanya sendiri. Sebuah kunjungan untuk menghormati dan melihat langsung, yang dilakukan dengan caranya yang unik.
Artikel Terkait
Langit Jabar Guncang: Lebih dari Satu Juta Sambaran Petir dalam Sebulan
Ditpolairud Lampung Gelar Salat Gaib untuk Korban Bencana di Tengah Perayaan HUT
28 Dapur Umum Siap Saji 100 Ribu Porsi Harian untuk Korban Banjir Sumatera
Dedi Mulyadi Serukan Solidaritas Jabar untuk Korban Bencana Sumatera