ungkapnya dengan jujur.
Badikenita punya sejumlah rekomendasi konkret. Mulai dari revisi tatib pemilihan pimpinan AKD, menyusun indikator kinerja untuk keterwakilan perempuan, program kaderisasi dan pelatihan khusus bagi legislator perempuan, hingga laporan berkala setiap masa sidang agar implementasinya bisa dipantau oleh publik.
Sementara itu, di kubu DPR, responsnya masih terasa lambat. Anggota Komisi I DPR Nurul Arifin mengaku belum melihat respons nyata dari fraksi maupun pimpinan DPR. Padahal, data keterwakilan perempuan di AKD sangatlah memprihatinkan. Beberapa AKD seperti Baleg, Banggar, MKD, dan BAKN bahkan tidak memiliki satu pun anggota perempuan.
tegas Nurul.
tambahnya dengan harap.
Langkah Regulasi Pemerintah
Di pihak pemerintah, persiapan regulasi mulai digarap. Aisyah Lailiyah, Direktur Perencanaan Perundang-undangan Kemenkum, mengatakan revisi UU MD3 bisa segera disiapkan lewat mekanisme Daftar Kumulatif Terbuka, mengacu pada putusan MK. Menurutnya, kunci dari distribusi perempuan ke setiap AKD ada di tangan fraksi dan Badan Musyawarah DPR (Bamus).
kata Aisyah.
tandasnya.
Jadi, semuanya sekarang kembali lagi pada kemauan politik di parlemen. Mau atau tidak mereka menjalankan amanat konstitusi ini.
Artikel Terkait
Kantor Desa di Kapuas Hulu Ambruk, Didahului Kemiringan sejak Lama
Tunjangan Guru Honorer Naik, Kuota Beasiswa Ditingkatkan Pemerintah
Bandara Tanpa Izin di Morowali Buka Suara, TNI Dikerahkan ke Kawasan Tambang
Mendikdasmen Soroti Beban Berat Guru: Mereka Bukan Sekadar Pengajar