Bupati Klungkung Angkat Bicara Soal Polemik Lift Kaca di Tebing Kelingking

- Minggu, 23 November 2025 | 16:48 WIB
Bupati Klungkung Angkat Bicara Soal Polemik Lift Kaca di Tebing Kelingking

Rencananya, pengelola akan membangun tiga struktur di lokasi tersebut. Sebuah loket tiket seluas 563,91 meter persegi yang tepat berada di bibir jurang, lalu jembatan layang sepanjang 42 meter sebagai penghubung, dan yang paling mencolok: lift kaca yang juga berfungsi sebagai restoran.

Lift kaca dengan pondasi bore pile ini rencananya memiliki luas 846 meter persegi dan menjulang setinggi 180 meter. Nah, di sinilah letak masalah perizinan yang ruwet.

Pembangunan loket di atas tebing memang wewenang Kabupaten Klungkung. Namun begitu, untuk pembangunan jembatan layang dan lift kaca yang menjorok ke laut, kewenangannya sudah berada di tingkat provinsi dan pusat.

Runtutan Pelanggaran yang Terungkap

Setelah diperiksa, ternyata ada segudang pelanggaran yang dilakukan pengelola. Pertama, terkait lingkungan hidup. Mereka tidak memiliki izin lingkungan untuk kegiatan Penanaman Modal Asing (PMA) yang seharusnya dikeluarkan Pemerintah Pusat. Yang ada cuma rekomendasi UKL-UPL dari dinas kabupaten.

Lalu, tidak ada kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan rencana tata ruang. Izin bangunan gedung (PBG) yang dimiliki hanya untuk loket, bukan untuk jembatan atau lift yang jauh lebih kompleks.

"Izin PBG tidak mencakup untuk membangun jembatan layang penghubung dan lift kaca," papar Koster.

Kedua, pelanggaran tata ruang. Pengelola tidak punya rekomendasi dari gubernur untuk membangun di kawasan sempadan jurang, tidak memiliki izin KKPRL dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bangunan yang menjorok ke laut, dan tidak ada kajian kestabilan jurang yang divalidasi.

"Sebagian besar bangunan lift kaca berada di wilayah perairan pesisir tanpa memiliki KKPRL," tambahnya.

Ketiga, pelanggaran tata ruang laut. Pondasi lift yang dibangun ternyata masuk ke dalam Kawasan Konservasi Perairan, tepatnya di zona perikanan berkelanjutan subzona tradisional. Di area ini, pembangunan fasilitas wisata seperti lift jelas dilarang.

Keempat, pelanggaran terhadap pariwisata berbasis budaya. Keberadaan lift kaca dinilai mengubah keorisinilan Daerah Tujuan Wisata (DTW), yang melanggar semangat pelestarian budaya Bali.


Halaman:

Komentar