Fakultas Hukum Untag Semarang kini tak tinggal diam. Mereka membentuk tim hukum khusus. Tugasnya satu: mengawal proses penyelidikan kasus kematian dosen muda mereka, Dwinanda Linchia Levi. Usianya baru 35 tahun.
Agus Widodo, selaku Ketua Tim Advokasi, menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk mengungkap fakta sebenarnya. Menurutnya, terlalu banyak kejanggalan yang menyelimuti peristiwa ini. “Kami mendorong proses hukum berjalan objektif dan transparan,” tegas Agus dalam jumpa pers, Jumat (21/11).
Suasana duka masih terasa kental di kampus. Seluruh civitas academica, terutama di Fakultas Hukum, merasa terpukul berat. Levi bukan sekadar dosen biasa. Ia dikenal dekat dengan mahasiswa, penuh dedikasi, dan punya segudang prestasi.
“Dia itu dosen yang pintar dan punya komitmen tinggi. Di usia 35 tahun, dia sudah meraih gelar doktor. Bahkan, peluang untuk menjadi guru besar terbuka lebar. Dia juga aktif meneliti,” kenang Agus dengan nada pilu.
Yang membuat geram pihak kampus adalah minimnya informasi resmi dari kepolisian. Mereka justru mendapat kabar duka ini dari seorang dosen yang mendengarnya dari luar. “Kok bisa? Levi kan keluarga kami di sini. Kami baru tahu sekitar jam 1:30 siang, padahal dia ditemukan meninggal sejak pagi. Penyebabnya pun kami tidak dapat penjelasan yang jelas. Ini sungguh mengherankan,” ujarnya.
Meski begitu, kampus tak mau membiarkan Levi. Mereka turun langsung mengurus segala keperluan pemakaman. Jenazahnya kemudian dikebumikan di TPU Jatisari, Mijen, dengan dihadiri segenap keluarga besar Untag Semarang. Doa bersama juga digelar hingga tujuh hari ke depan.
Artikel Terkait
Guguran Awan Panas Semeru Berhenti, Ancaman Lahar Dingin Masih Mengintai
PBNU Beri Ultimatum 3 Hari, Gus Yahya Diminta Mundur
Gending Raja Manggala dan Jaga Warga: Ketika Yogyakarta Pilih Empati Ketimbang Represi
Lampung Siap Dirikan Pusat Budaya, Akhiri Ketergantungan ke Daerah Lain