Mampukah Asia Tenggara Capai Netralitas Karbon 2050? Ini Faktanya
Target netralitas karbon pada tahun 2050 dari Perjanjian Paris 2015 menjadi tantangan besar bagi negara berkembang, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Di satu sisi, terdapat kebutuhan mendesak untuk pertumbuhan industri dan modernisasi. Di sisi lain, desakan global untuk transisi ke energi hijau semakin kuat. Konflik antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan menciptakan dilema yang kompleks.
Gita Wirjawan dalam tulisannya "The Paradox of Sustainability" mengungkap sebuah realita: sekitar 84% populasi global yang tinggal di negara berkembang dan miskin masih berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar. Isu seperti emisi karbon atau Environmental, Social, and Governance (ESG) sering kali menjadi prioritas sekunder dibandingkan dengan urusan sehari-hari seperti harga pangan.
Ketimpangan Sejarah Emisi dan Kesenjangan Energi
Akar permasalahan ini berasal dari sejarah panjang penggunaan energi fosil. Negara-negara maju telah memanfaatkan "bahan bakar pertumbuhan" ini selama lebih dari dua abad. Data historis menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga dari total emisi CO₂ global sejak tahun 1750 berasal dari negara berpendapatan tinggi. Kini, ketika negara berkembang berusaha mengejar ketertinggalan, mereka dihadapkan pada tuntutan untuk membatasi emisi.
Standar konsumsi listrik untuk tingkat kehidupan yang modern umumnya berada di kisaran 6.000 kWh per kapita per tahun. Namun, data dari Bank Dunia mengungkap bahwa sebagian besar negara Asia Tenggara masih jauh dari angka ini. Sebagai contoh, konsumsi listrik per kapita di Myanmar hanya 354 kWh, Indonesia 1.445 kWh, dan Vietnam 2.624 kWh. Hanya Singapura dan Brunei yang telah melampaui standar 6.000 kWh tersebut.
Artikel Terkait
Persaingan AS vs China: Perang Teknologi AI, Energi, dan Logam Tanah Jarang
Wagub Kalbar Peringatkan Perusahaan Soal Kontrak Kerja & Sanksi Pelanggaran UU Ketenagakerjaan
Balai Rakyat Jakarta: Ruang Kreatif Gratis untuk Pemuda dan Karang Taruna
Dana Otsus Papua Naik Jadi 6%? Ini Analisis Usulan dan Perbandingannya dengan Aceh