Mampukah Asia Tenggara Capai Netralitas Karbon 2050? Fakta & Tantangannya

- Kamis, 13 November 2025 | 12:00 WIB
Mampukah Asia Tenggara Capai Netralitas Karbon 2050? Fakta & Tantangannya

Transisi ke energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin menghadapi kendala biaya yang signifikan. Infrastruktur, sistem penyimpanan baterai, dan jaringan transmisi yang diperlukan memerlukan investasi modal besar. Bagi banyak negara berkembang di Asia Tenggara, biaya ini sering kali tidak terjangkau.

Harga listrik rumah tangga di banyak negara Asia Tenggara masih relatif rendah, seperti di bawah 0,1 dolar AS per kWh di beberapa wilayah. Sementara itu, untuk membuat proyek energi hijau layak secara ekonomi, harga listrik idealnya perlu mencapai minimal 0,15 dolar AS per kWh. Kondisi ini membuat energi berbasis fosil tetap menjadi pilihan yang lebih terjangkau bagi masyarakat.

Tingkat ketergantungan pada energi tak terbarukan di kawasan ini masih sangat tinggi, mencapai 82% di negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Bahkan, kontribusi energi hijau di Singapura masih sekitar 5%, sementara Brunei masih 0%.

Solusi dan Langkah Strategis Menuju Transisi Energi

Mencapai netralitas karbon memerlukan pendekatan yang realistis dan berkeadilan. Negara-negara maju memiliki peran kunci dalam menyediakan pendanaan dan investasi nyata untuk pembangunan infrastruktur energi hijau di negara berkembang. Skema pendanaan harus didasarkan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Selain bantuan finansial, pengembangan kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan menjadi fondasi penting. Peningkatan kualitas pendidikan, khususnya dalam bidang literasi, numerasi, dan Science, Technology, Engineering, Mathematics (STEM), akan mendorong kesadaran lingkungan dan inovasi teknologi hijau.

Transisi energi bersih adalah tujuan global yang mulia, namun kecepatan pencapaiannya harus mempertimbangkan kondisi awal yang berbeda-beda bagi setiap negara. Tanpa upaya kolektif yang inklusif dan adil, target netralitas karbon 2050 akan tetap menjadi tantangan berat bagi banyak negara di Asia Tenggara.


Halaman:

Komentar