Dengan kekuatan sebesar ini, publik menuntut akuntabilitas dan sikap yang jelas dari Golkar terhadap isu integritas pemerintahan, bukan sekadar diam.
4. Bukan Sekadar Ketum Partai, Tapi Juga Menteri Aktif
Perlu diingat, Bahlil Lahadalia bukan hanya Ketua Umum Partai Golkar. Ia juga merupakan seorang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) aktif di kabinet.
Sikap bungkamnya bisa dilihat bukan hanya sebagai sikap partai, tetapi juga sebagai sikap seorang pejabat tinggi negara terhadap kasus korupsi yang menimpa rekannya di pemerintahan.
5. Tegaskan Loyalitas 'Tanpa Tawar-Menawar' ke Prabowo
Di tengah keengganannya membahas korupsi, Bahlil justru sangat vokal dalam menegaskan loyalitas partainya.
Ia menyatakan dukungan Golkar kepada Prabowo-Gibran adalah "murni dan konsekuen tanpa tawar-tawar."
Penekanan pada loyalitas ini seolah menjadi pesan utama yang ingin ia sampaikan, bahkan jika itu berarti harus mengesampingkan isu krusial lainnya.
6. Puncak Ironi: Menghindari Isu Korupsi, Menjual Isu Stabilitas
Gabungan dari semua fakta di atas menunjukkan sebuah strategi politik.
Bahlil dan Golkar tampaknya lebih memilih untuk fokus pada narasi menjaga "stabilitas pemerintahan" dan menunjukkan loyalitas absolut, ketimbang harus mengambil risiko dengan mengomentari skandal korupsi yang bisa menciptakan riak di awal pemerintahan.
Ini adalah pilihan sadar yang menempatkan stabilitas politik di atas transparansi publik.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Gugatan Perdata Gibran Resmi Diproses, Apa Dampaknya?
Gugatan Praperadilan Nadiem Makarim vs Polri: Ini Hasilnya!
Kejagung Malah Memohon ke Pengacara Silfester, Bukannya Buronkan—Ada Apa?
Hotman Paris Dibantah! JPU Bongkar Kerugian Negara di Kasus Korupsi Laptop Chromebook