ANEH! Laporkan Potensi Korupsi di Perusahaan BUMN, Komut Malah Dicopot Erick Thohir

- Jumat, 18 Juli 2025 | 15:10 WIB
ANEH! Laporkan Potensi Korupsi di Perusahaan BUMN, Komut Malah Dicopot Erick Thohir


Sudarmadi mengatakan, laporan tersebut terkirim pada Maret 2020. Sebulan kemudian dia dicopot dari posisi Komisaris Utama ASDP.


"Kemudian yang tadi sebagaimana disampaikan di awal persidangan, April 2020 tiba-tiba saksi diberhentikan sebagai komisaris?" tanya Jaksa KPK.


Sudarmadi menjelaskan, dengan menyampaikan laporan tersebut, dia dipanggil untuk menjelaskan. Tapi, dia justru dipanggil untuk menjelaskan.


"Waktu ada serah terimanya itu, tidak dijelaskan alasannya," ujarnya. 


JPU KPK kembali bertanya, "pernah enggak dijelaskan, saksi mempertanyakan alasan diberhentikan?"


Sudarmadi menuturkan, serah terima jabatannya itu terjadi saat awal pandemi Covid-19. Sehingga, acara itu berlangsung secara daring.


Saat itu, ia meminta penjelasan oleh Deputi Kementerian BUMN. 


Dia pun mendapat jawaban bahwa ini hanya penataan, dan dirinya akan dicarikan tempat lain karena berprestasi.


Mantan Dirut ASDP Ira Puspadewi, serta Harry Muhammad Adhi Caksono selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024 dan Muhammad Yusuf Hadi selaku Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024 menjadi terdakwa dalam perkara ini.  


Jaksa KPK menuding Ira, Harry, dan Muhammad Yusuf telah merugikan keuangan negara senilai Rp 1.253.431.651.169 atau Rp 1,25 triliun dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP tahun 2019 hingga 2022. 


Kerugian keuangan itu terdiri dari nilai pembayaran saham akuisisi saham PT JN sebesar Rp 892 miliar, pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN sebanyak Rp 380 miliar, serta nilai bersih yang dibayarkan ASDP kepada pemilik dan beneficial owner PT Jembatan Nusantara, Adjie, dan perushaaan afiliasi senilai Rp 1,272 triliun.


Jaksa mengatakan, modus dugaan korupsi yang dilakukan para terdakwa adalah dengan mengubah surat keputusan direksi. 


Ini bertujuan mempermudah pelaksanaan kerja sama usaha antara PT ASDP dan PT Jembatan Nusantara. 


Para terdakwa juga diduga meneken perjanjian kerja sama pengoperasian kapal antara kedua perusahaan tersebut. 


Padahal, belum ada persetujuan dari dewan komisaris. 


Perjanjian kerja sama itu juga diduga tidak mempertimbangkan risiko yang disusun oleh VP Manajemen Risiko dan Quality Assurance. 


Ketiga petinggi ASDP itu juga diduga tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT Jembatan Nusantara dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli. 


Mereka dinilai mengkondisikan penilaian terhadap 53 kapal PT JN. 


Selain itu, ketiganya dituding mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering due diligence PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) terkait untuk tidak mengakuisisi 9 kapal yang tidak layak. 


Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Sumber: Tempo


Halaman:

Komentar