Untuk memastikan ketersediaan bibit hingga ke tingkat peternak kecil, Kementan memperkuat kolaborasi dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan pelaku usaha perunggasan. Pengawasan ketat dilakukan melalui Sistem Informasi Perunggasan Nasional (SIPN), yang memantau stok DOC di berbagai pusat pembibitan secara real-time.
“Langkah ini merupakan bagian dari program pengendalian produksi dan distribusi DOC yang lebih akurat, sehingga kami dapat mencegah terjadinya kekurangan pasokan di daerah mana pun,” terang Agung.
Harga Acuan untuk Lindungi Peternak
Selain menjaga pemerataan pasokan, Kementan juga mendorong penetapan harga acuan (HPP) untuk ayam ras hidup (livebird) di tingkat peternak sebesar Rp 18.000 per kilogram. Kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan dalam Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional, yang bertujuan melindungi peternak kecil dari fluktuasi harga pasar.
“Dengan adanya regulasi harga acuan dan mekanisme distribusi yang transparan, seluruh mata rantai industri perunggasan kini lebih stabil dan berpihak kepada peternak rakyat,” tutur Agung.
Imbauan untuk Keseimbangan Pasokan dan Permintaan
Agung juga mengimbau seluruh pelaku usaha untuk menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan DOC di lapangan. “Masyarakat tidak perlu khawatir, karena kami bersama asosiasi perunggasan akan terus melakukan koordinasi dan langkah-langkah antisipatif di setiap wilayah,” pungkasnya.
Dengan langkah-langkah strategis tersebut, Kementan berkomitmen penuh untuk menjaga stabilitas pasokan bibit ayam dan mendukung ketahanan pangan nasional, khususnya dalam sektor peternakan unggas.
Artikel Terkait
Cara Klaim Ganti Rugi Pertamina untuk Pertalite Bermasalah di Jatim: Syarat & Prosedur
3 Rekomendasi Saham Sabun Mandi di BEI 2025: UNVR, TSPC, TBLA
OJK Terbitkan Aturan Baru LCR, NSFR, & Leverage Ratio untuk Perkuat Bank Syariah
Update Aduan BBM Pertalite Jatim: 290 Laporan, 50% Sudah Ditangani Pertamina