Nilai tukar rupiah menutup perdagangan Jumat (19/12) dengan catatan merah. Melemah, tepatnya. Berdasarkan pantauan di pasar, mata uang kita terdepresiasi 0,16 persen ke level Rp16.750 per dolar AS.
Kalau dilihat pergerakan sepekan, pelemahannya lebih dalam lagi. Rupiah tercatat anjlok 0,62 persen dari posisi Jumat sebelumnya yang masih bertahan di Rp16.646. Sentimen serupa tercermin dari kurs referensi Bank Indonesia, Jisdor, yang menempatkan rupiah di Rp16.735 per dolar AS melemah 0,07 persen secara harian.
Di sisi lain, pergerakan mata uang di kawasan Asia tampak beragam. Tak seragam. Yen Jepang jadi yang terpuruk dengan depresiasi cukup tajam, 1,25 persen dalam sepekan. Namun begitu, beberapa tetangga justru menunjukkan performa bagus. Rupee India menguat signifikan 1,10 persen, disusul ringgit Malaysia yang terapresiasi 0,46 persen. Peso Filipina dan baht Thailand juga kompak menguat, keduanya di atas 0,5 persen.
Lantas, apa pemicu ketidakselarasan ini? Salah satu faktornya adalah indeks dolar AS (DXY) yang masih tetap perkasa, menguat 0,20 persen ke posisi 98,599 sepanjang pekan.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, punya analisis tersendiri. Menurutnya, salah satu pemicu pelemahan datang dari data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS yang rilisnya turun ke level terendah sejak awal 2021.
Artikel Terkait
Indonesia Siapkan Pertukaran Data Properti Lintas Negara, Targetkan 2029
Harga CPO Anjlok ke Level Terendah Sejak Juni, Ekspor Malaysia Merosot
Saham Kapal Melaju Kencang, BBRM dan LEAD Pacu Rally Sektor Maritim
Bank Mandiri Perkuat Dewan Komisaris dengan Wajah-wajah Baru