Sentimen dari Amerika Serikat lagi-lagi jadi biang kerok. Kali ini, tekanan baru menghantam pasar obligasi domestik di perdagangan Jumat kemarin. Semuanya berawal dari kenaikan yield surat utang negeri Paman Sam.
Menurut catatan BNI Sekuritas, yield US Treasury untuk tenor 5 dan 10 tahun masing-masing naik 6 dan 5 basis poin. Angkanya merangkak jadi 3,68 persen dan 4,11 persen. Kondisi ini datang bak tamu tak diundang, setelah sehari sebelumnya pasar obligasi kita sempat bernafas lega dengan catatan penguatan.
Amir Dalimunthe, Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas, tak menampik bahwa tekanan dari AS ini bakal berpengaruh.
"Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, kami mengantisipasi sedikit peningkatan volatilitas harga dan yield dari Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi Rupiah," ujarnya di Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Nah, data perdagangan Kamis sebenarnya cukup menarik. Meski ada sentimen buruk dari luar, yield SUN Benchmark 5 tahun FR0104 justru turun 3 bps ke 5,63 persen. Sementara untuk tenor 10 tahun, yield FR0103 terkoreksi 5 bps menjadi 6,17 persen. Data Bloomberg pun menunjukkan tren serupa, dengan yield curve SUN 10 tahun (GIDN10YR) turun 5 bps ke level 6,22 persen.
Yang menggembirakan, indikator risiko negara kita juga membaik. Credit Default Swap (CDS) 5 tahun Indonesia tercatat turun 1 basis poin, menjadi 72 bps. Amir menilai posisi yield saat ini masih dalam batas wajar, kok. Masih masuk dalam perkiraan kisaran mingguan analis, yaitu antara 6,13 persen hingga 6,32 persen.
Tapi jangan senang dulu. Di balik angka-angka yang terlihat positif itu, ada fakta lain yang perlu dicermati. Amir mengungkapkan, aktivitas perdagangan SBN pada Kamis itu justru lebih sepi.
Artikel Terkait
Lonjakan Saham XL Axiata: Katalis dari Penjualan MORA atau Sinyal Teknikal?
BRI Gebrak Desember dengan Diskon Liburan dan Belanja Hingga Jutaan Rupiah
Purbaya Resmikan Rusun Murah untuk ASN Kemenkeu, Cuma Bayar Rp 300 Ribu Sebulan
RLCO Cetak Rekor Minat IPO, Jatah Investor Ritel Hanya Sekian Lot