Pasar komoditas ditutup dengan sentuhan merah yang cukup dalam pada Jumat (21/11) lalu. Mayoritas harga komoditas utama justru mengalami penurunan. Minyak mentah, CPO, nikel, dan timah kompak melemah. Hanya batu bara yang bertahan di posisi stabil, jadi semacam pengecualian di tengah lesunya pasar.
Minyak mentah, misalnya, anjlok sekitar 1 persen dan mencatat level penutupan terendah dalam sebulan terakhir. Penyebabnya? Ada dua hal utama yang bikin investor khawatir. Pertama, adalah upaya Amerika Serikat yang mendorong kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina. Kalau perang berakhir, pasokan minyak global berpotensi melonjak. Di sisi lain, ketidakpastian soal arah suku bunga AS juga bikin para pelaku pasar menahan diri, mengurangi minat pada aset berisiko tinggi seperti komoditas.
Mengutip Reuters, kontrak berjangka Brent merosot 82 sen atau 1,3 persen ke level USD 62,56 per barel. Sementara minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dalam, 94 sen atau 1,6 persen, menjadi USD 58,06. Secara mingguan, keduanya terpangkas sekitar 3 persen dan mencapai level terendah sejak akhir Oktober.
Sentimen bearish ini makin kuat dengan langkah Washington yang mendesak rencana perdamaian untuk mengakhiri perang tiga tahun itu. Belum lagi sanksi terhadap raksasa minyak Rusia seperti Rosneft dan Lukoil yang resmi berlaku di hari yang sama.
Namun begitu, jalan menuju perdamaian ternyata tidak mulus.
Artikel Terkait
BRI Pacu Mesin Pertumbuhan Baru di Tengah Ketidakpastian Global
IHSG Terperangkap di Zona Merah, Analis Waspadai Skenario Terburuk
Indonesia Siap Tiru Kesuksesan Brasil, Jadikan Bioetanol Senjata Andalan Lawan Krisis Iklim
Amran Sulaiman Murka, 250 Ton Beras Ilegal Masuk Lewat Sabang