Dari Tumpukan Limbah, Daun Nanas Subang Menyapa Pasar Eropa

- Sabtu, 22 November 2025 | 09:42 WIB
Dari Tumpukan Limbah, Daun Nanas Subang Menyapa Pasar Eropa

Mentari pagi baru saja menyingsing di ufuk timur, perlahan mengusir kabut tipis yang menyelimuti Kabupaten Subang, Jawa Barat. Udara dingin pagi itu diisi oleh aroma khas yang tak asing: perpaduan sempurna antara embun, tanah basah, dan wangi daun nanas yang menusuk hidung.

Dari kejauhan, deru mesin dekortikator mulai terdengar samar, berasal dari sebuah rumah produksi sederhana. Di sanalah kesibukan para pekerja dimulai. Tugas utama mereka adalah memisahkan serat dari tumpukan limbah daun nanas yang sudah disortir sebelumnya. Prosesnya tidak berhenti di situ. Serat-serat itu kemudian dicuci bersih dan dijemur di bawah terik matahari. Tujuannya satu: mencapai kadar air di bawah 13 persen agar serat benar-benar kering dan siap diolah.

Di sudut lain ruangan, sekelompok ibu-ibu dengan cekatan menenun dan memintal serat yang telah lolos pemeriksaan kualitas. Jari-jari mereka lincah mengubah bahan baku yang tadinya hampir tak bernilai menjadi aneka kerajinan tangan yang cantik.

Rutinitas inilah yang dijalani setiap hari di rumah produksi pengolah serat daun nanas di Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe. Tempat ini adalah bukti nyata bagaimana limbah bisa disulap menjadi sesuatu yang punya nilai lebih.

Kisahnya berawal di tahun 2013. Alan Sahroni, sang pemilik, melihat ada sesuatu yang kurang dari potensi nanas di daerahnya.

"Kita tahu kalau Kabupaten Subang sudah terkenal menjadi salah satu penghasil buah nanas terbesar di Jawa Barat bahkan di Indonesia. Namun, sebagian besar petani hanya menjual serta mengolah buahnya saja," kata Alan.

Memang, setelah musim panen usai, daun-daun nanas yang jadi limbah biasanya cuma dibiarkan membusuk atau malah dibakar. Melihat hal itu, Alan yang berlatar belakang pendidikan teknik tekstil pun tergerak. Dia memutuskan untuk mencoba mengolah limbah tersebut menjadi produk yang punya nilai ekonomi.


Halaman:

Komentar