Jejak dan Harapan dari Dalam Negeri
Meski kerap dianggap tertinggal, sebenarnya Indonesia punya rekam jejak. Program satelit mikro LAPAN seri A adalah buktinya. Ini jadi tonggak awal kemampuan nasional kita di teknologi antariksa.
Semuanya berawal dari LAPAN-A1, atau LAPAN-TUBSAT, hasil kolaborasi dengan Technische Universität Berlin yang meluncur pada 2007. Delapan tahun kemudian, lahir LAPAN-A2 yang dirakit sepenuhnya di dalam negeri. Kemudian, pada 2016, menyusul LAPAN-A3 yang fokus pada pemantauan pertanian dan lingkungan, hasil kerja sama dengan IPB.
Kini, BRIN sedang menyiapkan program yang lebih ambisius: konstelasi satelit Nusantara Earth Observation (NEO). Bayangkan, sebuah jaringan satelit nasional, baik optik maupun radar, yang bisa memantau wilayah Indonesia secara real-time. Impian untuk mandiri dalam pengamatan Bumi mulai terlihat bentuknya.
Langkah ke Depan: Kebijakan dan Konsistensi
Namun begitu, semua itu butuh dukungan yang solid dan konsisten dari pemerintah. Pertama, isu kemandirian data geospasial ini harus benar-benar diangkat sebagai program strategis nasional yang melibatkan banyak sektor. Regulasinya sebenarnya sudah ada, seperti UU No. 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Tinggal eksekusinya saja yang perlu lebih cepat dan terarah.
Kedua, soal anggaran. Alokasi dana untuk riset dan pengembangan di bidang satelit serta penginderaan jauh harus ditingkatkan. Riset di BRIN dan berbagai universitas perlu difokuskan dan didanai secara berkelanjutan, bukan sekadar proyek sesaat.
Ketiga, kita perlu kemitraan yang cerdas. Belajar teknologi dari mitra asing itu boleh, bahkan perlu. Tapi tujuannya harus jelas: untuk mandiri, bukan untuk selamanya bergantung. Ke depan, peran startup dan industri swasta lokal di bidang antariksa harus didorong. Kalau di luar negeri startup satelit bisa bermunculan, kenapa di Indonesia tidak?
Pada akhirnya, kemandirian data satelit adalah fondasi penting bagi masa depan Indonesia. Di era ketika data menentukan segalanya, kita harus berdaulat atas informasi geospasial sendiri. Bukan menutup diri, tapi memastikan kita punya kemampuan inti. Dengan begitu, posisi tawar kita di dunia akan lebih kuat.
Ini tentang kedaulatan di ruang baru: ruang data dan antariksa. Dan dengan investasi serta semangat yang tepat, bukan tidak mungkin Indonesia bisa menjelma dari pengguna menjadi pemain yang diperhitungkan.
Artikel Terkait
Siklon Bukan Bencana Alam, Melainkan Cermin Kelalaian Kita
Planetarium Jakarta Kembali: Nostalgia atau Kebutuhan Kota yang Lapar Kontemplasi?
Konsumen Tahan Beli Gadget, Menunggu Harga Turun di Tengah Kelangkaan RAM
China Siapkan Aturan Ketat untuk AI yang Berperilaku Seperti Manusia