Ia melihat ekspedisi ini sebagai fondasi vital. Langkah awal untuk benar-benar memahami dan mengelola laut dalam negeri sendiri, yang ujung-ujungnya mendukung transformasi ekonomi biru.
Teknologi Garang untuk Menguak Dasar Samudra
Risetnya sendiri dibagi dalam dua tahap besar. Pertama, fokus pada geologi dan aktivitas hidrotermal. Mereka akan memetakan dengan resolusi tinggi untuk mengungkap struktur vulkanik dan tektonik yang membentuk kawasan itu.
Lalu, tahap kedua adalah perburuan biodiversitas. Di sinilah teknologi canggih main peran. Mereka akan menggunakan ROV (kendaraan yang dikendalikan dari jarak jauh) dan kapal selam berawak untuk turun ke kedalaman. Analisis DNA lingkungan (eDNA) juga akan dipakai untuk mendeteksi kehidupan yang tak terlihat.
Yang menarik, tim juga membawa teknologi AI bernama SeaSwipe. Bayangkan, sistem ini bisa menganotasi citra bawah laut dengan cepat, memetakan spesies dan habitat secara real time di tengah laut. Cukup revolusioner.
Namun begitu, misi ini bukan cuma soal mengumpulkan data mentah. Ini juga jadi sekolah lapangan yang langka. Para peneliti muda dan mahasiswa dari BRIN dapat pelatihan langsung di atas kapal belajar segala hal, dari pemetaan laut dalam sampai olah data genomik.
Nantinya, semua data yang terkumpul akan sangat krusial. Mulai dari perencanaan tata ruang laut, penilaian risiko bencana, hingga mendukung proyek konservasi nasional. Ekspedisi ini, pada akhirnya, adalah upaya besar untuk menjawab rasa ingin tahu sekaligus mengukuhkan kedaulatan di atas lautan sendiri.
Artikel Terkait
Gangguan Cloudflare Lumpuhkan Canva dan LinkedIn di Sore yang Panik
Micron Gempur Jepang dengan Rp 160 Triliun untuk Kejar Dominasi Chip AI
Australia Jadi Negara Pertama yang Larang Anak di Bawah 16 Punya Akun Medsos
Stres dan Kecemasan: Musuh Nyata di Balik Kesulitan Matematika Siswa