Australia sedang bersiap untuk mengambil langkah yang belum pernah ada sebelumnya. Dalam beberapa hari ke depan, mereka akan menjadi negara pertama di dunia yang secara tegas melarang anak-anak di bawah 16 tahun untuk punya akun media sosial. Langkah ini, tentu saja, menuai perhatian global.
Menteri Komunikasi Anika Wells tak ragu menyebutnya sebagai upaya penyelamatan. Sasaran utamanya adalah Generasi Alpha, yang menurutnya terancam oleh algoritma yang ia gambarkan dengan kata-kata yang keras: "memangsa".
"Dengan satu Undang-Undang, kita dapat melindungi Generasi Alpha agar tidak tersedot ke dalam 'api penyucian' oleh algoritma predator," tegas Wells.
Ucapannya di National Press Club, Rabu lalu, memang terasa dramatis. Ia menyamakan jagat media sosial dengan 'purgatory' konsep penyucian dari neraka Dante yang kini hadir secara online. Wells paham, sekadar menaikkan angka batas usia bukan solusi sempurna. Tapi bahayanya, katanya, nyata dan mengintai.
Menurutnya, algoritma media sosial bekerja seperti "kokain". Serangannya halus, perlahan, dan sangat persuasif.
"Algoritma akan menyerang mereka dengan begitu cekatan dan halus, hingga menyerupai sebuah pelukan, dari rak tas sekolah hingga ke bantal tidur," jelasnya.
Di sisi lain, Wells juga menyoroti sebuah kenyataan pahit di banyak keluarga: jurang komunikasi. Banyak anak, rupanya, tidak sepenuhnya jujur pada orang tua tentang apa yang mereka telan di layar ponsel. "Dan ketika saya membaca hal itu, saya berpikir dalam hati, itulah masalahnya," tambahnya. Kombinasi inilah yang membuat medsos kian berisiko.
Sanksi Menanti, Tanggung Jawab Sepenuhnya di Tangan Platform
Mulai 10 Desember nanti, aturan ini bakal diterapkan dengan ketat. Peringatan Wells jelas: yang akan menanggung beban hukum adalah penyedia platform, bukan orang tua apalagi si anak.
"Jika seorang anak memiliki akun media sosial pada tanggal 10 Desember, maka platform tersebut telah melanggar hukum," tegasnya tanpa basa-basi.
Ia bahkan menyebut YouTube sebagai contoh. Kalau platform sudah tahu ada konten tak pantas untuk anak, tapi gagal membatasi akses, maka itu adalah kesalahan mereka. Titik.
Artikel Terkait
Stres dan Kecemasan: Musuh Nyata di Balik Kesulitan Matematika Siswa
Setelah Diterjang Banjir, Jaringan Telekomunikasi di Tiga Provinsi Sumatera Mulai Bangkit
Komdigi Dirikan Posko Bermain untuk Pulihkan Trauma Anak Korban Banjir Sumatera
Rusia Ancam Blokir WhatsApp, Aplikasi Lokal MAX Siap Gantikan?